JAM-Pidum Setujui 6 Pengajuan Penghentian Penuntutan dari Kejati Kaltim Berdasarkan RJ

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana. (Foto Puspenkum Kejaksaan Agung)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana, hari ini menyetujui enam Pengajuan Penghentian Penuntutan Perkara dari Kejaksaan Tinggi Kaltim Berdasarkan Restoratif Justice (RJ).

“JAM Pidum menyetujui enam pengajuan penghentian penuntutan perkara dari Kejaksaan Tinggi Kaltim bersamaan dengan 19 pengajuan lainnya dari berbagai Kejati di Indonesia. Sedangkan satu usulan ditolak,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Ketut Sumedana dalam rilisnya hari ini.

Enam perkara di lingkup wilayah hukum Kejati Kaltim yang penuntutannya disetujui JAM Pidum diselesaikan melalui mekanisme RJ, sebagaimana diusulkan Kejati Katim  berasal dari Kejaksaan Negeri Penajem Paser Utara dengan Tersangka Tersangka Ahmad Fauzi  alias Fauzi bin Jarkasi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Dody Saputra bin Saefudin dari Kejaksaan Negeri Balikpapan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Tersangka Usman Ukas  alias Usman  bin (alm) UKas dari Kejaksaan Negeri Balikpapan yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kemudian, Tersangka Durusi alias Dudi  bin Judding  dari Kejaksaan Negeri Nunukan yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman. Tersangka I, Dwi Saputra Silistia  bin (alm) Jamsuri  dan Tersangka II, Sapta Harianto bin (alm) Sabri HS dari Kejaksaan Negeri Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 KUHP tentang Penganiayaan. Terakhir, Tersangka Sukarman alias  Sul bin Nyengka dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Ketut Sumedana menjelaskan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Tersangka belum pernah dihukum. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

“Persetujuan RJ juga diberikan atas pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif,” ujarnya.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 danSurat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Menurut Ketut Sumedana, berkas perkara atas nama Tersangka Yusup Ardiansyah bin Zaenul Rochman dari Kejaksaan Negeri Depok yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan.

Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif  Tersangka Yusup Ardiansyah ditolak dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: