Jangan Abaikan Jamur pada Hewan karena Dapat Menular ke Manusia

Jamur pada kucing. (Foto HO/NET)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Sebagian orang masih mengabaikan penyakit jamur khususnya pada hewan seperti  burung, itik, ruminansia (sapi, kambing, domba), aneka ternak (kelinci, kuda, babi), hewan kesayangan (anjing, kucing)  padahal  dampak dan efeknya bisa cukup besar, karena beberapa jamur pada hewan bersifat menular ke manusia.

Hal itu dikatakan Kepala Pusat Riset Veteriner BRIN, Harimurti Nuradji dalam webinar Penyakit Jamur pada Hewan yang Sering Dilupakan, Kamis (27/10/2022).

Webinar tersebut merupakan rangkaian kegiatan Indonesia Research & Innovation Expo (InaRi Expo) dengan tema Digital, Blue & Green Economy: Riset dan Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi.

“Webinar ini bertujuan untuk berbagi informasi pusat veteriner BRIN dalam meningkatkan pengetahuan dan kemungkinan kolaborasi dengan pihak lain di masa yang akan datang,” tambah Harimurti.

Riza Zainuddin Ahmad, periset dari Pusat Riset Veteriner BRIN memaparkan terdapat empat jenis jamur yang merugikan.

“Aspergillus sp dengan toksinnya aflatoksin, Fusarium sp dengan toksinnya fumonisin dan zeoralenon yang mencemari unggas, ruminansia, produk pertanian, produk hewani, dan pakan dengan nama penyakit Aspergillosis; Aflatoksikosis; dan Mikotoksikosis,” jelas Riza.

Selain Aspergilus, menurutnya jenis jamur lain yang juga merugikan adalah Candida sp dengan nama penyakit kandidiasis, mastitis mikotik yang mencemari unggas dan sapi. Kelompok ketiga adalah Histoplasma sp dengan nama penyakit Histoplasmosis yang menyerang pada hewan serta manusia.

“Adapun kelompok keempat adalah dari spesies Trichophyton dengan nama penyakit Dermatomikosis Ring Worm yang juga dapat menyerang hewan dan manusia,” tambahnya.

Penyakit jamur hewan tersebut menurutnya biasa menyerang unggas (burung, itik), ruminansia (sapi, kambing, domba), aneka ternak (kelinci, kuda, babi), hewan kesayangan (anjing, kucing) dan juga manusia yang tertular dari hewan kesayangan.

“Dan penyakit agen jamur yang sering dijumpai adalah Aspergillosis, Kandidiasis, Histoplasmosis, Ring Worm, dan Mastitis,” papar Riza.

Ia menjelaskan cara mendiagnosa penyakit jamur adalah dengan metode anamnese yaitu bertanya pada pemilik atau pemelihara terkait kejadiannya, kemudian mengamati gejala klinis baru maupun lama.

Jamur pada sapi. (Foto HO/NET)

“Jika sudah yakin, maka bisa dilakukan pengobatan, namun jika belum yakin bisa dilakukan patologik (nekropsi) melalui patologi anatomi dan histopalogi,” ungkapnya.

Menurutnya spora cendawan mudah berterbangan di udara. Ketika terbang, ada yang termakan dan terhirup hewan.

“Jika hewan lemah yang terpapar maka imunitas hewan akan menurun, sebaliknya jika hewan kuat yang terpapar maka imunitasnya akan meningkat sehingga menjadi sehat,” jelas Riza lebih lanjut.

Ia juga mengungkapkan spora yang berterbangan tersebut juga dapat menginvasi produk pertanian seperti jagung, kacang, sehingga dapat menginfeksi dan merusak pakan.

“Jika pakan rusak dan dikonsumsi hewan, maka hewan akan menderita mikosis (agen) dan mikotoksikosis (toksin),” jelasnya lagi. Menurutnya, mikosis akan lebih mudah dikendalikan dibandingkan dengan mikotoksikosis yang terinfestasi di dalam tubuh.

Riza menambahkan, kemungkinan invasi dan infeksi agen penyakit jamur selalu ada meski morbiditas dan mortabilitas rendah dan toksinnya mengakibatkan morbiditas dan mortalitas tinggi di Indonesia, sehingga kita harus tetap waspada.

“Pencegahan lebih baik dari pengobatan,” tutup Riza.

Sumber: Humas BRIN | Editor: Intoniswan

Tag: