Jose Mourinho Bawa Kemenangan bagi Tottenham

aa
Jose Mourinho lanjutkan repor apik. (AP Photo/Frank Augstein)

LONDON.NIAGA-Jose Mourinho mungkin adalah nama yang paling banyak disebut ketika orang membicarakan manajer sepak bola.Penunjukkan dirinya menggantikan Mauricio Pochetino di Tottenham Hotspur mungkin merupakan salah satu peristiwa paling mengejutkan dan paling banyak dibahas berbagai media olahraga saat ini.

Manajer asal Portugal  Jose Mourinho melanjutkan rekor tidak terkalahkan di pertandingan perdana bersama klub yang ditanganinya usai Tottenham Hotspur  mengalahkan  West Ham Unitetd 3-2 di Stadion London, Sabtu (23/11).

Semua bertanya: akankah ia membawa kesuksesan seperti ketika menangani Chelsea pada periode pertama, ataukah ia akan membawa perpecahan dan suasana tak nyaman seperti ketika mengarahkan Manchester United?

Jurgen Klopp dan Pep Guardiola saat ini bisa jadi sedang dalam puncak kesuksesan mereka, tetapi jika dibandingkan dengan Mourinho, kedua nama ini masih terbatas dalam sepakbola saja.

Kesuksesan Mourinho – antara lain tiga piala Liga Champion dengan tiga tim berbeda – membuatnya demikian menonjol dalam dunia sepak bola, melebihi manajer klub lainnya. Lebih dari sekadar manajer klub sepak bola, bisa dibilang ia sudah jadi ikon budaya pop. Inilah penjelasannya.

Tuan bagi citranya sendiri

aa
Mourinho (kiri) saat masih menjadi asisten pelatih dan belum bisa disebut sebagai seorang yang penuh gaya dalam penampilan. (Hak atas foto Mark Leech/Offside Image caption)

Jose Mourinho menjadi nama yang banyak dibicarakan ketika ia berlari ke lapangan dengan tangan mengepal di Old Trafford tahun 2004. Tim yang ia tangani saat itu, FC Porto, menumbangkan Manchester United di Liga Champions Eropa.

Saat itu ia seakan sudah mematenkan citra dirinya: siluet yang ikonik dengan jaket wol panjang, syal dan rambut tercukur rapi. Sosok itu jauh berbeda dengan penampilan saat ia menjadi asisten pelatih di Barcelona saat dandanannya belum terlalu mentereng.

Namun sejak 2004, ia selalu tampil elegan, meskipun kini rambutnya berwarna abu-abu dan sesekali memakai pakaian olah raga. Sisanya, ia masih Mourinho yang penuh gaya.

Istilah parkir bus dan istilah lain

Lebih menonjol lagi adalah kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia kerap dijuluki “the Special One”, istilah yang kini sudah membosankan karena terus disebut-sebut.  Fakta bahwa istilah itu masih saja beredar – 15 tahun sesudah Mourinho pertamakali menyatakannya – memperlihatkan kecerdasannya berbahasa.

Ketika manajer lain menggunakan istilah-istilah klise, Mourinho mengarang istilahnya sendiri.

Dalam pertandingan pertamanya di Liga Primer Inggris, timnya ketika itu, Chelsea, ditahan imbang oleh Tottenham Hotspurs.

Komentarnya: “Mereka membawa bus ke lapangan dan memarkirnya di depan gawang”. Ungkapan “parkir bus” ini kemudian menjadi istilah populer untuk menyebut tim yang memfokuskan diri untuk bertahan saja dalam pertandingan.

Ia juga pandai menggunakan kata-kata untuk mengelak dari hasil buruk. Ketika ditahan 0-0 oleh West Ham United, misalnya, ini komentarya terhadap West Ham: “ini bukan liga terbaik di dunia. Ini sepak bola abad kesembilan belas..”

Juga ketika Manchester United yang ditanganinya mulai dirundung hasil buruk.  Ia menggunakan kata-kata untuk mempertahankan reputasinya.  Saat itu ia mengatakan, “Saya sendirian jadi juara Liga Primer lebih banyak daripada 19 manajer lain digabungkan,” katanya. Memang itu faktanya.

Emosi yang tampak

aa
Dengan melihat wajah Mourinho, tak sulit membedakan apakah dia sedang gembira atau marah.(Hak atas foto Serena Taylor Image caption)

Kebanyakan manajer lain sangat pandai menyembunyikan emosi mereka, lihat misalnya Arsene Wenger yang pernah menangani Arsenal. Emosi mereka sulit ditebak. Namun tidak dengan Mourinho.

Ia sangat mahir menampakkan wajah penuh ekspresi.

Di pinggir lapangan wajahnya bisa berkilauan oleh senyum, merengutkan dahi, cemberut dan sebagainya. Ketika tinggal Manchester ia tinggal secara permanen di sebuah hotel. Saat itu wajahnya terus menerus memberengut.

Ia selalu jadi tokoh utama setiap drama sepakbola. Ketika FC Porto jadi juara Liga Champions Eropa tahun 2004, semua orang terkejut. Mereka adalah satu-satunya tim yang berkompetisi di luar lima liga utama Eropa (Liga Primer Inggris, Serie A Italia, Bundesliga Jerman, Ligue 1 Prancis dan La Liga Spanyol) yang memenangkan piala ini.

Juara sebelumya adalah AC Milan dan Juventus dengan pemain-pemain yang kini jadi legenda seperti Gianluigi Buffon, Alessandro del Piero, Andriy Shevchenko, dan Paolo Maldini. Sedangkan tim Porto yang ditangani Mourinho diperkuat oleh Costinha, Maniche, Carlos Alberto dan Derlei. Tak ada yang ingat pemain-pemain ini sekarang, yang diingat dunia sepak bola adalah Jose Mourinho.

aa
Pertengkaran Mourinho dengan bintang Manchester United Paul Pogba di tempat latihan menjadi berita utama di media-media olah raga.(Hak atas foto Getty Images Image caption)

Berkali-kali, Mourinho selalu berhasil menjadikan drama berpusat pada dirinya. Ketika ia bertengkar dengan Paul Pogba di pekan terakhirnya di Old Trafford, beredar rekaman video saat ia marah kepada Pogba karena unggahannya di Instagram. Banyak yang bertanya kenapa kamera bisa merekam di saat yang pas begitu.

Ketika ia berkomentar bahwa pencapaiannya di Old Trafford adalah finis di urutan kedua, ia tak lupa menyebut prestasinya merebut 25 gelar juara. Seakan memastikan bahwa yang salah adalah para pemain, bukan dirinya.

Tapi Mourinho tetap terlihat bahagia di Inggris. Terlepas apakah di disambut ceria atau disoraki, yang penting adalah: ia jadi pusat cerita. Ia tampak suka pada drama dan emosi di sana. Ia juga senang bermain dengan media. Yang paling utama, ia suka perhatian, dan itu itu pasti akan ia dapatkan.

Sumber: BBC News Indonesia

 

Tag: