Kaltara Punya 129 Ribu Hektare Tambak, Produksi Masih Minim

aa
Ilustrasi tambak di Kalimantan Utara (foto : istimewa)

TANJUNG SELOR.NIAGA.ASIA – Secara geografis, Kalimantan Utara terdiri dari 182 pulau kecil dan 4 pulau besar. Bentang geografis itu memiliki potensi hutan bakau sangat luas. Bahkan, sumber daya bakau tersebut menghasilkan kepiting bakau yang melimpah.

Sehingga fungsi pengawasan dan pengaturan tentang penjualan dan budidaya kepiting bakau, akan dituangkan dalam peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pengelolaan Sumber Daya Kepiting Bakau.

“Maka kita berharap peraturan gubernur itu segera diterbitkan,” tegas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara Syahrullah Mursalim, saat menerima kunjungan kerja Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri, belum lama ini.

Pihaknya juga akan mendorong Kementerian Kelautan RI, untuk segera memberikan surat rekomendasi tindak lanjut dari Permen KP No 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Republik Indonesia. “Semoga Komite II DPD RI juga memfasilitasi komunikasi dengan Menteri KKP terkait Permen ini,” ujar Syahrullah.

Dia menyebutkan, Kaltara memiliki luas tambak sekira 129 ribu hektare, yang tersebar di 4 kabupaten 1 kota. Namun hasil produksinya sangat rendah, dibandingkan dengan luas tambak yang dimiliki.

Padahal, salah satu potensi yang dapat dikembangkan di Kaltara adalah budidaya udang windu. Sebab, masih menggunakan organik daripada daerah yang lain.

Kaltara mampu memproduksi udang sebanyak 11 sampai 12 ribu ton per tahun. Selain Kaltara yang dikenal sebagai penghasil udang windu, ada juga provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

“Salah satu faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan dan pengembangan potensi udang windu di Kaltara, selain penyakit adalah benur (bibit udang) yang masih sekitar 60-70 persen mengandalkan dari luar Kaltara,” ungkap Syahrullah didampingi mantan Kepala DKP Kaltara, Amir Bakry.

Sementara, lanjut Syahrullah, daya dukung lahan yang semakin menurun diakibatkan penggunaan pestisida oleh petani tambak. “Pemprov Kaltara khususnya DKP tidak bisa mengintervensi harga komoditas udang,” tambah dia.

Amir juga menambahkan, bahwa pergerakan harga udang murni dipengaruhi sistem dan kondisi pasar global. Hal ini berbeda dengan komoditas lain yang bisa diintervensi pemerintah melalui beberapa kebijakan seperti subsudi, untuk mempertahankan daya beli masyarakat dalam rangka penguatan perekonomian negara.

Pembahasan persoalan hasil laut dan perikanan Kaltara bersama Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri. (Foto: istimewa/TA Hasan Basri)

“Yang perlu diketahui masyarakat mengenai merosotnya harga udang bukan disebabkan adanya permainan pelaku usaha perikanan-kelautan maupun permainan antar perusahaan cold storage, namun dipengaruhi oleh pasar global yang permintaannya cenderung menurun. Diiringi dengan stok udang dunia yang banyak dan melimpah,” terangnya.

Selain itu, adanya produksi besar-besaran udang vaname. Kemudian negara yang dulunya tidak memproduksi udang, kini mulai beralih memproduksi udang, seperti India, Afrika Selatan, dan berbagai negara lainnya dan kebanyakan negara-negara tersebut mengalihkan tujuan ekspornya ke Jepang.

“Padahal ada sekitar 70 persen udang asal Kaltara diekspor ke Jepang. Sehingga dari persaingan harga di Jepang, turut mempengaruhi terhadap harga udang kita” cetusnya.

Menanggapi persoalan ini, Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri, mengaku sangat perihatin. Bagaimana tidak, hasil laut dan perikanan tersebut merupakan salah satu lumbung peningkatan perekonomian masyarakat Kaltara yang terbangun sekian puluhan tahun.

“Saya akan menindaklanjuti usulan dan kendala yang dihadapi tentang masalah kelautan dan perikanan ini, untuk diselesaikan di tingkat pusat,” kata Basri.

Menurut Basri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) dan lembaga terkait harus bisa bersinergi dengan pemerintah daerah dalam rangka mempercepat penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di daerah.

“Saya juga akan sampaikan permasalahan anjloknya harga udang di Kaltara, dan semua provinsi di Indonesia dibahas di Komite II DPD RI untuk selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah Pusat,” janjinya.

Pemerintah dalam hal ini Kemen KP serta lembaga terkait harus bersama-sama mencari jalan keluar atas permasalahan merosotnya harga udang yang mengakibatkan meruginya para petani tambak. Terlebih, para petambak di Kaltara.

“Mungkin salah satu masukan adalah perusahaan cold storage bisa memangkas alur penjualan udang dari petambak langsung ke Unit Pengolahan Ikan, tanpa melalui pos-pos pembelian udang, sehingga dapat mempersingkat alur transaksi,” katanya.

Selanjutnya, untuk persoalan perapian dan penertiban peraturan perundang-undangan, Komite II DPD RI akan melakukan kajian dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan terkait sesuai dengan bidang kelautan dan perikanan tersebut. (003)