Kaltim jadi IKN, Hetifah: Wajibkan Bahasa Daerah sebagai Muatan Lokal

DR. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP. (Dok Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Anggota DPR-RI dapil Provinsi Kaltim minta pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di daerah melakukan revitalisasi bahasa daerah dengan cara mewajibkan sekolah  mengutamakan bahasa daerah sebagai muatan lokal, agar keragaman bahasanya tetap terjaga.

“Provinsi Kaltim telah ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang tentunya akan beragam bahasa yang masuk. Untuk mempertahankan bahasa ibu, maka muatan lokal sekolah harus mengutamakan bahasa lokal,” ujar Hetifah melalui rilisnya, Rabu (23/2/2022).

Wakil Ketua Komisi X ini melanjutkan, bahasa lokal yang sudah memasyarakat di Provinsi Kaltim ada beragam, antara lain Bahasa Kutai, Dayak, Banjar, Paser, Berau, dan lainnya. Bahkan dari masing-masing bahasa tersebut memiliki sejumlah subbahasa lagi.

Pembangunan IKN, katanya, diharapkan tidak berpengaruh terhadap perubahan bahasa di Kaltim, atau kemudian bahasa daerah di Kaltim menjadi hilang karena banyaknya budaya luar yang masuk yang kemudian juga bisa menggerus bahasa daerah.

“Adanya pembangunan IKN tentu akan ada pertukaran budaya seiring adanya ratusan ribu pendatang baru dari luar Kaltim. Oleh karena itu, bahasa asli Kaltim harus direvitalisasi agar tidak punah. Jangan sampai tergerus kebudayaan baru. Pemerintah daerah harus menjaga bahasa lokal, salah satunya melalui muatan lokal,” katanya.

Hal ini menjadi perhatiannya karena pihak yang memiliki kewenangan adalah pemerintah kabupaten/kota, yakni melalui Mata Pelajaran Muatan Lokal (Mapel Mulok) yang dilakukan lewat Dinas Pendidikan masing-masing.

Di Kabupaten Paser misalnya, lanjut Hetifah mencontohkan, ada anjuran dari Dinas Pendidikan setempat, yakni sekolah-sekolah diminta menjadikan Bahasa Paser sebagai mulok. Sedangkan laporan dari sekolah-sekolah di Balikpapan, Samarinda, dan Kutai Kartanegara, belum ada anjuran seperti itu.

“Untuk itu saya mengajak semua Dinas Pendidikan di Kalimantan Timur mewajibkan bahasa daerah atau seni daerah sebagai mulok. Kurikulum Merdeka yang berbasis project pun dapat mengakomodir hal tersebut agar selain bahasa daerah tetap digunakan, seni daerah juga tetap lestari,” katanya.

Ia juga menyarankan pemerintah daerah melibatkan penutur asli daerah dalam melestarikan bahasa daerah dengan melibatkan lintas sektor dan lintas pemda, sehingga para penutur pun terlibat dalam pelestariannya sehingga jumlah penuturnya akan lebih banyak. (gh)

Tag: