SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Hasil ST (Sensus Pertanian 2023) menunjukkan 43,40 persen rumah tangga usaha pertanian di Kalimantan Timur (Kaltim) mengandalkan sektor pertanian seluruhnya sebagai sumber pendapatan rumah tangga, dan sekitar 13,83 persen rumah tangga pertanian mengandalkan sekitar 75 hingga 99 persen sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen rumah tangga pertanian menjadikan sektor pertanian menjadi tumpuan utama kehidupan keluarga.
Ketergantungan yang tinggi pada sektor pertanian dapat berdampak pada ketidakstabilan pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga pertanian tergantung pada hasil panen/produksi yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang sulit dikendalikan, seperti cuaca, iklim, serangan hama, permintaan pasar, juga kebijakan pemerintah.
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dikembangkan berbagai strategi diversifikasi ekonomi bagi para pelaku usaha pertanian agar memiliki pendapatan alternatif, serta meningkatkan akses terhadap teknologi dan pasar agar lebih adaptif terhadap perubahan iklim dan dinamika pasar global.
Demikian Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur dalam laporan “Potensi Komoditas Unggulan Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Kalimantan Timur” yang dipublish kemarin.
Menurut Kepala BPS Kaltim, DR Yusniar Juliana, SST, MIDEC, sektor pertanian berperan strategis dalam transformasi ekonomi di wilayah Kaltim dan menjadi salah satu tumpuan ekonomi bagi sebagian masyarakat.
Berdasarkan hasil ST2023, terdapat 210.570 unit usaha pertanian di Kaltim, yang terdiri dari 210.030 Usaha Pertanian Perorangan (UTP), 337 Usaha Pertanian Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan 203 Usaha Pertanian Lainnya (UTL).
“Jika dibandingkan dengan hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013), jumlah usaha pertanian mengalami penurunan 12,31 persen dari total usaha pertanian di Kaltim,” katanya.
Sekitar 30,16 persen usaha pertanian di Kaltim berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, sisanya tersebar di seluruh kabupaten/kota lainnya.
Dijelaskan, subsektor yang paling banyak diusahakan di Kaltim adalah perkebunan. Subsektor perkebunan banyak dikelola oleh UTP sebanyak 109.629 unit dan UPB sebanyak 230 unit, sedangkan UTL paling banyak mengusahakan subsektor hortikultura.
Luas lahan yang tersedia didukung iklim yang cocok untuk berbagai tanaman perkebunan menjadikan wilayah Katim ideal untuk membudidayakan tanaman ini.
“Selain itu, tingginya permintaan akan produk perkebunan serta hasil olahan, terutama kelapa sawit, karet, kakao, mendorong banyak pihak, baik perorangan maupun perusahaan untuk mengembangkan berbagai komoditas perkebunan,” kata Yusniar.
Tanaman ini dikenal memiliki produktivitas yang tinggi dibandingkan tanaman lainnya sehingga dianggap mampu memberikan keuntungan yang lebih cepat dibandingkan subsektor lainnya. Dukungan
regulasi, infrastruktur serta kemudahan investasi pada subsektor perkebunan sebagai bagian dari strategi diversifikasi ekonomi di Kaltim.
BPS mencatat, selain mengusahakan tanaman perkebunan, sebagian besar UTP di Kaltim mengusahakan usaha peternakan, tanaman pangan, hortikultura termasuk perikanan. Berbagai usaha ini berperan dalam menjaga ketahanan pangan dan menyediakan lapangan kerja masyarakat perdesaan.
“Berbagai usaha ini dikelola dalam skala usaha yang relatif kecil dengan sistem pengelolaan yang masih cenderung tradisional.”
Pengelola usaha pertanian perorangan di Kaltim, lanjut Yusniar, paling banyak berada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kabupaten ini dikenal sebagai lumbung pangan Kaltim karena kontribusinya yang cukup besar pada pemenuhan berbagai bahan pangan, seperti padi, sayur-sayuran, ternak ayam, juga hasil perikanan.
Yusniar menambahkan, selain tanaman perkebunan, komoditas UPB di Kalimantan Timur yang cukup banyak diusahakan yakni tanaman kehutanan, seperti meranti, rimba campuran, akasia, eucaliptus, dan sebagainya.
“Produk kehutanan telah lama menjadi salah satu produk unggulan pertanian yang dikembangkan. Hutan Kaltim kaya akan kayu berkualitas tinggi. Permintaan terhadap berbagai produk kayu juga masih cukup tinggi, baik untuk bahan bangunan, furnitur, maupun sebagai bahan baku kertas atau pulp,” ujarnya.
Adanya tantangan deforestasi menyebabkan perusahaan kehutanan dituntut untuk menerapkan praktik berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Pertanian