Kebudayaan Indonesia Sudah Dijajah

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) XIV Kaltim-Kaltara Titit Lestari (tengah) bersama juru masak Maulana Yudistira (kanan) dan moderator Dera Fiorentina (kanan) di saat dialog ‘Jelajah Rasa Nusantara’, di Gedung Rizani Asnawi, Taman Budaya Kaltim, Samarinda, Jumat 17 Mei 2024 (Foto: niaga.asia/Hamdani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Secara jujur harus diakui, kebudayaan Indonesia sudah dijajah oleh budaya asing. Salah satunya yang terlihat nyata adalah pada kuliner. Sekarang masyarakat, terutama generasi muda lebih mengenal makanan dan minuman, terutama dari Korea, Cina dan Jepang.

Demikian Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) XIV Kaltim-Kaltara Titit Lestari pada dialog seri kebudayaan ‘Jelajah Rasa Nusantara’ di Gedung Rizani Asnawi, Taman Budaya Kaltim, Samarinda, Jumat 17 Mei 2024.

Dalam kapasitasnya sebagai narasumber dialog itu, Tari, sapaan akrabnya, menyebut sejumlah kuliner asing, seperti boba, ramen, takoyaki, onigiri, dorayaki, katsu, udon, pizza, pasta, pizza, lasagna, eomuk, kimchi, gimbab dan lainnya.

Katanya, sejumlah kuliner itu sangat dikenal di masyarakat, daripada kuliner khas Indonesia.

“Anak-anak muda lebih mengenal dan menggemari boba atau ramen ketimbang misalnya cendol atau nasi pecel,” ucapnya di hadapan peserta dialog yang berasal dari kalangan pelajar.

Belum lagi kalau melihat fenomena film dan musik.

“Drama Korea atau drakor dan musik Korea mewabah di segala kalangan. Saya beruntung, karena termasuk orang yang tidak pernah menonton drakor,” ungkap Tari.

“Perlu waktu dan persiapan panjang bagi pemerintah Korsel (Korea Selatan) untuk mencapai sehingga budayanya mengglobal,” lanjut Tari.

Menyadari fenomena seperti itu, ungkapnya, pemerintah sekarang melakukan upaya pemajuan 10 obyek pemajuan kebudayaan (IPK), di antaranya pelestarian yang di dalamnya ada pengembangan, pembinaan dan pemanfaatan pengetahuan tradisional dalam hal ini kuliner Nusantara.

Kita, tandasnya, harus lebih mempopulerkan kuliner Nusantara di masyarakat.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) XIV Kaltim-Kaltara Titit Lestari (niaga.asia/Hamdani)

“Banyak sekali kuliner Nusantara dan bumbu-bumbunya, termasuk Kaltim yang mempunyai nilai rasa tinggi,” ungkap Tari.

Dia mengambil contoh Petis Udang dari Paser sebagai teknologi tradisional Kaltim yang telah masuk warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia, dan dijadikan tema bahasan dialog.

“Petis Udang Paser itu teknologi tradisional yang menjadi bahan dasar pembuatan berbagai berbagai kuliner. Sudah masuk menjadi WBTB Indonesia tahun 2016 lalu. Sekarang kita juga lagi menggali kuliner asli Indonesia untuk diusulkan sebagai WBTB Indonesia,” paparnya.

Dengan begitu, katanya, kuliner Indonesia dapat lebih terarah pelestariannya sebagai warisan budaya, dan pada gilirannya kelak akan digemari masyarakat dan tidak kalah bersaing dengan kuliner dari luar.

Sebenarnya, menurut narasumber lain Maulana Yudistira menyebut kuliner Indonesia tidak kalah dalam hal rasa dengan kuliner dari luar. Bahkan, katanya, banyak kuliner Indonesia yang sudah mendunia, seperti nasi goreng dan rendang.

“Agar lebih populer di dunia harus diimbangi dengan ‘packaging’ yang menarik,” ucapnya dalam dialog yang dipandu Dinda Duta Budaya Kaltim 2022, Dera Fiorentina.

Maulana Yudistira yang berprofesi sebagai juru masak ini juga menyampaikan adanya kendala bagi sajian kuliner tertentu. Dia menyebut contohnya adalah nasi kuning.

“Biasanya nasi kuning Samarinda disajikan dengan lauk iwak Haruan atau ikan Gabus yang dimasak sambal habang (merah). Namun dalam kondisi sungai seperti sekarang ini, ikan Haruan atau Gabus sudah termasuk ikan langka,” ungkapnya.

Namun terlepas dari itu semua, Maulana Yudistira sepakat kuliner sebagai warisan budaya harus tetap dilestarikan, dikembangkan, dibina dan dimanfaatkan sebagai identitas bangsa.

Penulis: Hamdani | Editor: Saud Rosadi

Tag: