Kecewa dengan Putusan Hakim PN Nunukan, Istri Almarhum Syamsuddin Minta Jaksa Banding

PN Nunukan menghukum Miftahuddin 3 tahun penjara atas perbuatan menganiayaannya yang menyebabkan  napi Syamsuddin meninggal dunia pada Juli lalu.  (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Susanti istri dari almarhum Syamsuddin mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim PN Nunukan yang hanya menghukum Miftahuddin, bekas kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Nunukan tiga tahun penjara atas perbuatannya menganiaya Syamsudin yang menyebabkan gagal ginjal, kemudian meninggal dunia.

“Vonisnya sangat ringan cuma 3 tahun, padahal tuntutan Jaksa 6 tahun, kami sangat kecewa dengan majelis hakim. Akibat perbuatan Miftahuddin, sekarang 2 anak saya  sudah ngak punya ayah lagi,” kata Susanti pada Niaga.Asia, Kamis (30/11/2023).

Menurut Susanti, meski suaminya Syamsuddin seorang narapidana,  hukuman yang diputuskan majelis hakim tidak setimpal dengan penderitaan yang harus ditanggungnya bersama anak-anak

“Anak-anak saya kehilangan sosok bapak, kehilangan kasih sayang,” ujarnya Susanti menitikkan air mata.

Susanti juga menyesalkan maaf yang diberikannya kepada terdakwa dan santunan yang diberikan terdakwa dijadikan hakim sebagai unsur meringankan hukuman Miftahuddin.

“Saya minta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nunukan mengajukan upaya hukum banding. Kalau tuntutan jaksa 4 tahun lalu vonis hakim 3 tahun masih kita terima, tapi jaksa kan minta terdakwa dihukum 6 tahun,” ucapnya.

Selama berkeluarga dengan Syamsuddin, kata Susanti, dia tidak pernah mendengar suaminya memiliki keluhan penyakit ginjal akut. Kalau sakit, almarhum hanya sebatas demam, flu dan batuk, serta kelelahan karena banyak kerja.

”Kami tahunya badan Syamsuddin memar-memar akibat dipukuli Miftahuddin, lalu dokter bilang harus cuci darah, kami heran kenapa bisa gagal ginjal,” tuturnya.

Sikap majelis hakim yang menilai keluarga terlambat memberikan persetujuan pengobatan ginjal sebagaimana saran dokter, kata Susanti  membuktikan bahwa hakim tidak memiliki rasa empati terhadap anak dan istri korban.

“Keterlambatan pengobatan bukan karena kesalahan pihak keluarga namun lebih karena Lapas Nunukan sendiri yang kurang memperhatikan kesehatan narapidana, sehingga Syamsuddin mengalami sakit pasca menerima siksaan dari Miftahuddin.

Almarhum dianiaya 8 Juli 2023, dibawa ke RSUD Nunukan tanggal 20 Juli 2023, jeda waktu 2 minggu dibiarkan sakit, padahal petugas Lapas tahu Syamsuddin sakit setelah dipukuli.

Menurut Susanti, hakim seharusnya menghukum Miftahuddin seberat-beratnya, karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, padahal seharusnya membina narapidana.

“Tolong jaksa melihat nasib anak saya, lihat masa depan mereka, semoga Allah melindungi jaksa dan mengajukan banding ke pengadilan tinggi atas vonis pengadilan terhadap Miftahuddin,” ungkapnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: