
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur masih menunjukkan angka yang memprihatinkan. Meskipun ada penurunan kasus pada tahun 2024, tapi secara keseluruhan, memerlukan perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Berdasarkan data yang dihimpun hingga akhir Oktober 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim tercatat sebanyak 810 kasus. Meski turun dibandingkan tahun 2023 yang menembus angka 1.108 kasus, jumlah ini tetap jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 sebanyak 551 kasus.
Samarinda tercatat sebagai kota dengan kasus kekerasan tertinggi, yaitu sebanyak 198 kasus. Disusul Balikpapan dengan 140 kasus, Kutai Kartanegara 119 kasus, Bontang 116 kasus, dan Kutai Timur 77 kasus. Kabupaten/kota lainnya seperti Kutai Barat, Berau, Penajam Paser Utara, Paser, hingga Mahakam Ulu juga menyumbang angka kasus meskipun lebih rendah.
Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, mengakui tingginya angka kekerasan ini, khususnya di kota-kota besar. Ia menyebut, jumlah penduduk menjadi faktor dominan mengapa Samarinda dan Balikpapan mencatatkan angka tinggi.
“Kalau dilihat, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memang masih tinggi, terutama di Samarinda dan Balikpapan. Kenapa? Karena jumlah penduduknya juga banyak. Sementara di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), kasus-kasus mungkin belum terungkap atau belum dilaporkan,” ujar Hasanuddin saat ditemui di Ruang Ruhui Rahayu Komplek Kantor Gubernur Kaltim, Sabtu (10/5/2025).
Ia menambahkan bahwa di daerah-daerah di perbatasan, seperti Mahakam Ulu dan wilayah pedalaman lainnya, membutuhkan pendekatan dan perlakuan khusus dari pemerintah.
“Makanya kita memerlukan perlakuan khusus terhadap daerah-daerah 3T tadi, termasuk perbatasan, karena ada beberapa daerah kita itu berbatasan langsung dengan negara lain. Ini harus jadi perhatian serius,” tegasnya.
Penurunan jumlah kasus kekerasan di tahun 2024 memang patut diapresiasi. Namun, angka masih tinggi, ditambah potensi kasus yang belum dilaporkan. Ini menjadi sinyal bahwa perlindungan perempuan dan anak di Kaltim masih menghadapi jalan panjang.
Menurut Hasanuddin, peran serta seluruh lapisan masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan bebas dari kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak.
“Kalau bukan kita yang jaga anak-anak kita, siapa lagi?” kata pria yang akrab disapa Hamas.
Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Hasanuddin Mas'udKDRTPerlindungan AnakPerlindungan Perempuan