Kemampuan PLTS Menurun, Warga Desa Tepian Minta PLN Pasang Jaringan Listrik

PLTS Desa Tepian di Kecamatan Sembakung yang berasal dari bantuan Kementerian ESDM tahun 2017 (Bumdes Tepian/niaga.asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Belum adanya akses darat yang menghubungan antara pusat Kecamatan Sembakung dengan Desa Tepian di Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi alasan desa di pinggiran sungai itu tidak kunjung mendapat sambungan listrik PT PLN.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik, masyarakat Desa Tepian mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang berasal dari bantuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2017, dengan kapasitas daya 75 Kilowatt Peak (KWP).

“PLTS 75 KWP diperuntukan bagi 124 rumah tangga. Namanya barang sudah lama, pasti kemampuan daya simpan baterai semakin menurun,” kata Direktur Bumdes Tepian, Tohar Mustofa kepada niaga.asia, Rabu 9 April 2025.

Bersamaan menurunnya daya yang dihasilkan PLTS, pemerintah desa bersama Bumdes Tepian, mengajukan proposal permohonan dukungan sambungan listrik PLN ke Pemkab Nunukan, dan ditembuskan ke ULP PLN Nunukan.

Namun, permohonan itu belum mendapat respons positif dari PLN dengan alasan tidak adanya transportasi darat, untuk mendistribusikan material tiang listrik dan kabel jaringan menuju wilayah Desa Tepian.

“Kekuatan aki cas PLTS semakin menurun. Sedangkan jumlah rumah semakin banyak dari 124 jadi 176 rumah. Inilah persoalan di desa kami,” ujarnya.

Rumah penduduk yang sebelumnya tidak memiliki sambungan PLTS, tetap diberikan disambungkan dengan cara paralel dari rumah yang sudah memiliki KWH. Sedangkan iuran sambungan listrik tiap bulannya dikenakan Rp 50.000 per rumah.

Dari sambungan paralel listrik inilah seringkali menimbulkan konflik antarwarga, karena sebagian pemilik KWP tidak memiliki televisi dan radio. Sebaliknya rumah yang mendapat paralel, malah memiliki barang-barang elektronik.

“Kadang antarwarga ribut soal pembayaran iuran, karena penyambung listrik lebih banyak menggunakan daya listrik,” terang Tohar.

Menurunnya daya simpan baterai PLTS berimbas pada listrik yang dapat dialirkan ke rumah-rumah warga, mulai pukul 18.00 hingga hingga 23.00 Wita. Padahal sebelumnya listrik dapat dinikmati tidak kurang dari 10 jam.

Di lain sisi, Bumdes sebagai pengelola PLTS tidak mampu memperbaiki, ataupun mengganti baterai cas karena biaya pengadaan alat-alat cukup mahal, sehingga kemampuan daya listrik terus menurun setiap tahunnya.

“Iuran PLTS Rp 50.000 dari warga digunakan untuk perawatan PLTS, dan membayar gaji 3 karyawan Bumdes. Kalau ada saldo dilaporkan ke desa,” sebut Tohar.

Diterangkan juga, satu-satunya cara menyambungkan jaringan listrik PLN kepada warga adalah pembangun jalan darat dari pusat Kecamatan Sembakung menuju Desa Tepian yang panjangnya sekitar 50 kilometer.

Cara itu tentunya hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Sebab dari pihak PLN sendiri, sudah menyampaikan tidak memiliki kuasa membangun jalan untuk mendistribusikan peralatan listrik ke Desa Tepian.

“Desa kami berada di hilir dan transportasi yang ada hanya sungai. Dari pusat kecamatan ke Desa Tepian, bisa naik speedboat sekitar 2,5 jam dengan ongkos Rp 150.000,” jelas Tohar

Desa Tepian Masuk Daftar Tunggu PLN

Manajer PLN ULP Nunukan Rendra Alfian membenarkan pihaknya sudah menerima permohonan pemasangan jaringan listrik Desa Tepian. Hanya saja saat ini masih terkendala transportasi angkutan menuju desa.

“Akses dan wilayah Desa Tepian sangat terisolir. Jadi sementara ini masih menggunakan PLTS milik ESDM,” kata Rendra.

Meski terkendala akses transportasi, sambungan listrik PLN di Desa Tepian telah masuk peta jalan atau road map PLN, untuk desa teraliri listrik tahun 2025. Hanya saja perlu dilakukan survei dan evaluasi lebih jauh lagi.

Masuknya Desa Tepian dalam peta jalan desa teraliri listrik di Indonesia, merupakan langkah maju dari status desa. Meski demikian, Rendra belum bisa memastikan realisasi desa itu teraliri listrik dari PLN.

“Baru tahun ini Desa Tepian masuk roadmap desa teraliri listrik PLN. Artinya, permintaan warga di sana sudah ada progres,” jelas Rendra.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Saud Rosadi

Tag: