Kemenkes Klarifikasi Info Sesat Mandatory Spending Hapus Pembiayaan BPJS Kesehatan

Ilustrasi BPJS Kesehatan (sumber : Kementerian Kesehatan)

JAKARTA.NIAGA.ASIA — Kementerian Kesehatan mengklarifikasi pencabutan Mandatory Spending, tidak ada kaitannya dengan skema pembiayaan BPJS Kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diterima peserta jaminan kesehatan nasional (JKN).

Dikutip niaga.asia dari laman Kementerian Keuangan, mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Tujuan mandatory spending ini adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.

Di sektor kesehatan, mandatory spending dimaksudkan untuk APBN dan APBD yang harus disediakan oleh pemerintah untuk anggaran kesehatan. Dengan dihapuskannya mandatory spending bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun sebaliknya anggaran tersusun dengan rapi berdasarkan perencanaan yang jelas yang tertuang dalam rencana induk kesehatan.

Anggaran akan lebih efektif dan efisien karena berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan dicapai. Sebab tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang-buang anggaran.

“Kalau mandatory spending itu terkait dengan belanja yang wajib untuk membiayai program-program kesehatan seperti pencapaian target stunting, menurunkan AKI, AKB, mengeliminasi kusta, eliminasi TBC, dan juga penyiapan sarana prasarana,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr M Syahril, dilansir Kementerian Kesehatan, Rabu 9 Agustus 2023.

Sementara terkait upaya pendanaan kesehatan perseorangan dalam program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan, tidak terkait dengan mandatory spending dalam Undang-undang kesehatan, dan tidak ada perubahan pengaturan terkait BPJS Kesehatan.

“Sehingga informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan,” ujar Syahril.

Berbeda dengan skema pembiayaan dalam BPJS Kesehatan yang menggunakan sistem asuransi sosial, di mana uang yang dikelola merupakan iuran dari para peserta BPJS Kesehatan.

Bagi yang mampu, akan membayar iurannya sendiri. Sedangkan bagi pekerja penerima upah atau pekerja formal, maka iuran JKN dibayar secara gotong royong antara pekerja (mengiur 1 persen) dan pemberi kerja (mengiur 4 persen). Sementara masyarakat yang tidak mampu akan dibayarkan pemerintah melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Tidak adanya mandatory spending tidak akan berpengaruh terhadap aspek layanan kesehatan yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan seperti yang selama ini sudah berjalan.

Sumber : Kementerian Kesehatan | Editor : Saud Rosadi

Tag: