
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Kementerian Sosial mengalokasikan anggaran kurang lebih Rp400 miliar untuk mengatasi kemiskinan di provinsi Kaltim, melalui program keluarga penerima manfaat (KPM), dengan tingkat kemiskinan di Kaltim pada tahun 2024 mencapai 5,78 persen dari sekitar 4 juta penduduk.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menekankan pentingnya kolaborasi bersama lintas sektor dan daerah, dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial di Kaltim.
“Kita perlu kerja sama baik pemerintah pusat, daerah, lembaga dan lainnya. Mari tinggalkan ego sektoral dan bekerja sama demi mencapai target kesejahteraan yang ditetapkan Presiden,” kata Yusuf di Gedung Olah Bebaya Pemprov Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Sabtu 10 Mei 2025.
Yusuf menyoroti data tunggal sosial dan ekonomi nasional (DTSEN), sebagai acuan penyaluran bantuan sosial di daerah. Di mana penggunaan data yang akurat, dapat meminimalisir kesalahan dan memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran untuk penduduk tingkat kesejahteraan rendah atau desil 1.
“Kira harus bekerja sama berdasarkan data yang sama. Saat ini Presiden telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang peran pihak di lingkungan pemerintah, dalam penyediaan data yang sama,” ujar Yusuf.
Dalam mengatasi permasalah kemiskinan di daerah, Kemensos menargetkan agar para pendamping program keluarga harapan (PKH) masing-masing daerah dapat membantu minimal 10 KPM setiap tahunnya.
Tahun ini, Kemensos mengalokasikan anggaran kurang lebih Rp 400 miliar untuk Provinsi Kaltim, yang menyasar pada 115 ribu KPM.
Menurutnya, sebagian besar penduduk miskin di Kaltim ini berada di daerah pedesaan. Karena itu, dia mengajak seluruh pihak terkait bekerja sama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Kaltim.
“Presiden punya atensi betul terhadap Rp500 triliun lebih anggaran bantuan sosial. Maka, dengan adanya data yang akurat, mudahan bantuan ini makin tepat sasaran,” jelasnya.
Sementara Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyampaikan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, tingkat kemiskinan di Kaltim sebesar 5,78 persen.
“Kaltim ini daerah yang subuh, makmur, tentram tapi masih hidup dalam kemiskinan,” kata Rudy.
Menurut Rudy, jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk sebanyak 4 juta jiwa, memang Kaltim tertinggal jauh dari kategori keluarga menengah atas. Terlebih infrastruktur di berbagai daerah di Kaltim masih belum sempurna.
“Kaltim ini masyarakatnya nggak miskin-miskin banget, hanya memang kendalanya di infrastruktur, khususnya di Malinau (Kalimantan Utara), akses satu-satunya di sana lewat Mahakam Ulu (di Kaltim), aksesnya dari 10 kabupaten/kota itu yang paling buruk,” terang Rudy.
Selain itu, harga bahan pokok di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) provinsi Kaltim juga terbilang tinggi dibanding daerah kabupaten/kota lainnya. Hal ini juga menjadi penyebab ukuran dari tingkat kemiskinan di Kaltim.
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Mahulu Rp2,9 triliun, tapi itu saudara kami paling tertinggal. Jadi di sana harga sembako mahal,” jelasnya.
Karena itu, Rudy meminta kepada Menteri Sosial melalui program KPM dapat lebih memperhatikan keluarga di daerah 3T dan lebih selektif dalam menentukan keluarga yang berhak menerima program KPM itu.
“Dengan hadirnya program keluarga penerima manfaat ini, tentu perlu dilakukan seleksi,” demikian Rudy Mas’ud.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: KaltimKemensosKemiskinanPemprov Kaltim