Kisah Adelin: Pengrajin Turun Temurun, Sulap Daun Nipah jadi Ketupat dalam Hitungan Detik

Pengrajin Ketupat di Kampung Ketupat Samarinda Seberang, Adelin Rahmawati. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Kota Samarinda Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur ini menawarkan berbagai destinasi wisata menarik. Salah satunya Kampung Ketupat, yang berlokasi di Jalan Mangkupalas, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang. Kampung legendaris ini telah berdiri sejak 30 tahun lalu.

Kampung ketupat yang sebelumnya bernama ‘Pelabuhan 79’ ini merupakan perkampungan di bantaran Sungai Mahakam, yang berjarak sekitar 12 kilometer dari pusat kota di Balai Kota Samarinda, yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua selama 30 menit.

Pagi ini, Minggu 23 Februari 2025, wartawati niaga.asia berkunjung ke kampung ini untuk melihat langsung Kampung Ketupat ini.

Untuk menuju ke kampung itu, pengunjung melewati dua simpang tiga Jalan Pangeran Bendahara-Jalan HOS Cokroaminoto Jalan Mangkupalas-Jalan KH Mas Penghulu. Bahkan juga melewati Kampung Tenun dan Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid tertua di Samarinda.

Begitu tiba di pemukiman yang berada di atas Sungai Mahakam ini, pengunjung disambut oleh deretan daun nipah atau daun yang digunakan untuk tempat ketupat, dijemur sepanjang perkampungan.

Ratusan ketupat juga tergantung di rumah penduduk yang berada di kiri kanan jalan.

Tak hanya itu, pengunjung juga disambut langsung dengan tugu warna-warni berlogo ketupat bertuliskan ‘Kampung Ketupat’ dan menjadi ikonik daerah ini.

Adelin memperaktekan pembuatan selongsong ketupat (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

Masyarakat Mayoritas Pengrajin Ketupat

Setibanya di Kampung Ketupat ini, sorot mata tertuju pada seorang perempuan pengrajin ketupat, di sebuah rumah kayu sederhana yang nampak cekatan menganyam daun nipah, menjadi selongsong ketupat.

niaga.asia pun mencoba menghampirinya, dan berbincang tentang pengalamannya dalam membuat ketupat ini.

Perempuan pengrajin ketupat itu bernama Adelin Rahmawati, 42 tahun. Dia menerangkan, mayoritas penduduk setempat, baik ibu rumah tangga dan remaja, bekerja sebagai pengrajin ketupat.

Adelin bercerita, usaha dan kemampuannya membuat ketupat, sudah turun temurun dari neneknya, bernama nenek Aluh. Adelin merupakan generasi ketiga yang meneruskan usaha ketupat ini.

Nenek Aluh sendiri merupakan salah satu tokoh yang dijuluki sebagai ‘Nenek Ketupat‘ karena telah memperkenalkan ketupat di kampung tersebut yang sebelumnya bernama ‘Pelabuhan 79′.

“Sebelumnya bukan Kampung Ketupat, tapi namanya Pelabuhan 79 terus diganti Pemerintah Samarinda 2017 lalu menjadi Kampung Ketupat, karena banyak yang buat ketupat di sini,” kata Adelin mengawali perbincangan sambil menganyam selongsong ketupat di kediamannya Jalan Mangkupalas, RT 20 Samarinda Seberang.

Kampung Ketupat bukan sekadar sentra produksi ketupat, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang tradisi kuliner yang tak lekang oleh waktu. Di sini, ketupat bukan hanya makanan, tetapi juga warisan nenek moyang, yang kini jadi mata pencaharian masyarakat setempat.

Kampung Ketupat berada di bantaran Sungai Mahakam (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

“Kalau di keluarga saya, usaha ketupat ini sudah turun-temurun. Mulai dari nenek saya, lanjut ke orang tua, dan saat ini saya. Makanya nenek saya di sini digelari pelanggan dan masyarakat sekitar sebagai nenek ketupat,” ujarnya.

Kemampuan menganyam selongsong dan membuat ketupat ini, sudah didapatkan Adelin sejak dia duduk di bangku sekolah dasar (SD) tahun 90-an lalu.

“Saya sudah belajar dan bisa membuat ketupat ini sejak kelas 3 SD,” terangnya.

Adelin bercerita, saat itu kendaraan yang digunakan neneknya untuk berjualan ketupat ini hanyalah perahu tradisional tanpa mesin, menghantarkan ratusan ketupat setiap harinya ke para pelanggan di Pasar Pagi dan Pasar Segiri.

Selain berjualan ketupat, nenek Adelin yakni nenek Aluh juga berjualan rokok linting dari daun Nipah.

“Lama sudah nenek tu berjualan ketupat, bedayuh pakai perahu manual ke pasar-pasar, karena belum ada mesin kan waktu itu. Sekarang nenek sudah meninggal,” ujarnya.

Setiap harinya, Adelin mampu membuat satu selongsong ketupat dalam 10 detik. Keahlian ini membuatnya sering memenangkan lomba menganyam ketupat di Kampung Ketupat.

“Saya terkenal di kampung sini, ahlinya membuat selongsong ketupat. Dulu waktu sering ikut lomba kampung 17 Agustus setiap tahunnya, selalu menang. Begitu juga lomba-lomba membuat selongsong ketupat yang dibuat pemerintah maupun swasta seperti Adira Finance (perusahaan bergerak di bidang fasilitas pinjaman) waktu itu juga menang,” terangnya.

Kediaman Adelin di Kampung Ketupat (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

“Jadi masyarakat sekarang itu kalau ada saya ikut, pada nggak mau ikut, karena dibilang takut kalah. Jadi saya sudah dilarang sudah ikut lomba menganyam ketupat ini,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Transformasi Menjadi Desa Wisata Kampung Ketupat

Kampung Pelabuhan 79 yang telah resmi diganti namanya oleh Pemerintah Kota Samarinda menjadi Kampung Ketupat pada Agustus 2017 lalu, sebelumnya merupakan permukiman padat penduduk yang akhirnya disulap menjadi kampung nan cantik.

Penggantian nama ini didasari karena mayoritas masyarakat yang tinggal dikampung ini merupakan pengrajin ketupat. Kemudian melalui kemasan promosi yang cukup baik, melalui sosial media Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata kota Samarinda dan Dinas Pariwisata Kaltim, kampung Ketupat ini akhirnya menjadi salah satu pilihan destinasi wisata yang ada di kota Samarinda.

Selain itu, Adelin menjelaskan bantuan yang diberikan oleh pemerintah baik Pemkot Samarinda maupun Pemprov Kaltim untuk Kampung Ketupat ini adalah bantuan tiga buah kapal untuk mendukung aktivitas masyarakat setempat.

“Ada tiga RT di kampung ini RT 2, RT 14 dan RT 20 dan bergabung menjadi warga Kampung Ketupat,” ucapnya.

Ke depannya Adelin berharap, pemerintah juga dapat memberikan bantuan modal kepada masyarakat setempat, untuk membeli bahan baku dan lainnya yang digunakan untuk membuat ketupat.

Suasana permukiman Kampung Ketupat (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

“Harapannya ada bantuan modal juga dari Pemerintah jadi enak kita berusaha ketupat ini,” terangnya.

Omzet Penjualan Ketupat

Meskipun sederhana, usaha ketupat ini ternyata memberikan kehidupan bagi banyak keluarga di Kampung Ketupat ini. Adelin bercerita bahwa omzet penjualan ketupat ini cukup menjanjikan, terutama hari besar keagamaan Ramadan, menjelang hari raya Idufitri dan Iduladha.

“Kalau masuk puasa dan dekat lebaran Idulfitri dan Iduladha, banyak yang pesan melalui online dan diantarkan ke pasar-pasar juga ada pengepulnya,” katanya.

Dalam sehari, Adelin dibantu ibunya mampu membuat sebanyak 300-500 ketupat per harinya. Harga jualnya sendiri bervariasi, mulai dari Rp300 per satu ketupat ukuran ketupat kecil, dan Rp 800 untuk ukuran ketupat besar.

“Tapi ramai orang beli itu biasa bukan perbiji, satu ikat isi 100 biji ketupat yakni Rp30 ribu-Rp 80 ribu per ikatnya. Tapi kalau beli banyak murah lagi,” ucapnya.

Pemesanan ketupat jelang Idulfitri bisa mencapai 10.000 ketupat (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

Adelin menjelaskan untuk bahan baku daun nipah, dipesan dari langganannya yang berada di Muara Kembang, Handil, Kutai Kartanegara, seharga Rp50 ribu peri kat.

“Satu ikat daun nipah ini bisa menghasilkan 250-300 ketupat besar,” terangnya.

Selain menjual ketupat ke pasar tradisional, ketupat-ketupat ini juga didagangkan Adelin ke warung-warung makan seperti warung soto, rawon, ketupat kandangan, dan lainnya.

“Kalau yang beli, seimbang antara ketupat ukuran kecil dan ukuran besar,” sebutnya.

Memasuki hari besar keagamaan, lanjut Adelin, penjualan ketupat meningkat dibandingkan hari biasanya, terutama menjelang Idulfitri. Di mana, pesanan ketupat yang masuk seminggu sebelum lebaran mencapai hingga lebih dari 5.000 ketupat.

“Musim lebaran dan puasa biasanya ramai. Kalau kenaikan omzet ada, menjelang seminggu lebaran itu biasa sampai 10.000 ketupat yang dijual,” demikian Adelin Rahmawati di akhir perbincangan.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: