Kisah Lili, Penjual Jasa Lukisan Hingga Ojek Sekolah Demi Kuliah Dua Anaknya

Lili seorang penjual jasa melukis saat ditemui di tengah kawasan Taman Samarendah, Minggu 18 Agustus 2024. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Seorang ibu tidak sekadar menjadi ibu bagi kedua anak-anaknya, melainkan juga berperan sebagai ayah untuk mencari nafkah buat anak-anaknya. Itu gambaran buat Lili, seorang ibu yang tinggal di Mugirejo, Samarinda.

Jarum jam merapat di pukul 11.00 Wita. Di tengah keramaian warga menonton Pawai Pembangunan dalam rangka HUT ke-79 RI, mata tertuju pada seorang wanita yang tengah duduk di tengah Taman Samarendah, menonton pawai di hadapannya.

Dia adalah Lili. Sekilas, wanita berhijab itu terlihat seperti wanita biasa. Tidak disangka, dia adalah penjual jasa melukis keliling, mengais rezeki di sekitar lalu lalang orang dan peserta pawai pembangunan.

Wartawan niaga.asia mencoba menyapa, dan berbincang dengan Lili. Dia menyambut dengan ramah. Di usianya yang kini sudah separuh abad, dia menjual jasa melukis keliling. Usaha yang dia lakoni itu tentunya bukan tanpa alasan.

Jualan jasa melukis dia geluti sejak lima tahun lalu. Tidak hanya itu, dia juga menekuni pekerjaan sampingan lain, sebagai tukang ojek untuk mengantar anak-anak pergi ke sekolah.

Kebutuhan ekonomi, jadi alasan Lili harus menjadi tulang punggung keluarga mencari nafkah buat kedua anaknya yang kini sedang menjalani perkuliahan di Universitas Mulawarman, karena suaminya terkena stroke.

Anak-anak sedang melukis di atas kanvas yang dijual Lili. Selain menjual jasa melukis, Lili juga bekerja sampingan ojek anak sekolah demi pendidikan dua anaknya (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

“Suami saya 7 tahun sakit stroke, dan dua anak saya kuliah di Unmul,” kata Lili, mengawali perbincangan dengan mata berkaca-kaca.

Kegigihan Lili sebagai seorang ibu sekaligus ayah buat anak-anaknya, mampu mengantarkan kedua anak-anaknya menuju jenjang wisuda.

“Anak saya satunya sudah mau wisuda. Satunya lagi, semester VII. Semua pekerjaan saya geluti, yang penting bisa mencari rezeki agar anak bisa sekolah,” ujar Lili.

“Malam saya berjualan lukisan di pasar malam, terus paginya setiap hari ngojek anak sekolah di SMA 10 Samarinda, SD Normal Islam dan sekolah-sekolah terdekat di sekitar Mugirejo,” sebut Lili menambahkan.

Lili bercerita, momen pawai pembangunan HUT ke-79 RI tahun ini membawa berkah tersendiri buat dia, sebagai pedagang kaki lima (PKL). Omzet penjualannya hari ini meningkat drastis, dibandingkan hari-hari biasanya.

“Pendapatan saat pawai hari ini meningkat dibandingkan hari biasanya. Kalau acara besar tahunan seperti pawai pembangunan ini, perbandingannya 50 persen naik dibandingkan dari pendapatan biasanya,” katanya.

Di Taman Samarendah, Lili sudah menggelar karpet dagangannya di Taman Samarendah mulai pukul 05.00 Wita. Hingga jelang tengah hari, dia sudah meraup omzet hingga Rp 900 ribu.

Lili mampu menjual 20 kanvas melukis di tengah keramaian pawai pembangunan yang melintas di kawasan Taman Samarendah, Minggu 18 Agustus 2024. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

“Biasanya saya jualan di pasar malam. Malam Senin di Jalan Biawan, malam Selasa di Jalan Biola, malam Kamis di Teluk Lerong dan kalau Minggu pagi di sekitaran Stadion Sempaja Samarinda,” sebut Lili.

Satu kanvas lukisan yang didagangkan hari ini, Lili mematok harga Rp20 ribu per gambarnya. Buah ketekunannya, 20 buah kanvas dan 600 ml cat air terjual habis.

“Tapi kalau hari biasanya saya jual di pasar malam itu cuman Rp10 ribuan. Disini Rp20 ribu, karena kita harus menyamakan harganya dengan pedagang lain,” jelas Lili.

Perjalanan Lili menuju lokasi pawai tidaklah mudah. Ia harus menempuh jarak yang cukup jauh dari rumahnya di Mugirejo menggunakan sepeda motor. Bahkan, Lili sempat mendapat penolakan dari petugas untuk berjualan di lokasi tersebut.

Namun lambat laun akhirnya dia diperbolehkan untuk menggelar lapaknya. Syaratnya, dia harus menggunakan alas agar tidak merusak fasilitas taman yang ada, dan membayar biaya retribusi kebersihan.

“Tapi saya tidak masalah kalau dimintai biaya kebersihan, karena sebanding dengan pendapatan yang didapat,” demikian Lili di akhir perbincangan.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: