Komisi Fatwa MUI Kaltim: Daging dan Kulit Hewan Kurban Dilarang Diperjualbelikan

Pembagian daging hewan kurban (istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Perayaan Iduladha 2024 baru saja usai. Sebagian besar daging kurban dibagikan kepada masyarakat miskin, dan yang membutuhkan. Namun, tidak jarang beberapa penerima daging kurban memilih untuk memperjualbelikannya dengan alasan kesehatan.

Melihat fenomena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim melarang masyarakat maupun panitia kurban untuk memperjualbelikan daging berikut kulit hewan kurban di pasaran.

Ketua Komisi Fatwa MUI Kaltim KH Khayri Abusyairi mengatakan, hukum memperjualbelikan daging dan kulit hewan kurban ini, dilarang dalam syariat Islam.

“Rasullullah SAW melarang menjual bagian dari hewan kurban secara khusus, baik itu daging maupun kulit,” kata Khayri, dikonfirmasi Kamis 20 Juni 2024.

“Kalau dikasih daging kurban diterima. Tapi kalau tidak ingin memakan daging kurban dengan dalih mengganggu kesehatan, tetap tidak boleh dijual. Lebih baik dikasihkan ke orang lain,” ujar Khayri.

Selain itu, hadist riwayat (HR) Al-Hakim dan para ulama salah satunya Mazhab Imam Syafi’i, menyebutkan, pelaku yang menjual daging dan kulit hewan kurban, maka tidak ada bagian kurban baginya.

“Pelaku penjualan daging kurban ini ada beberapa orang. Pertama shohibul qurban atau orang yang berkurban, hukumnya tidak boleh dengan alasan apapun,” jelas Khayri.

Kemudian, panitia kurban. Panitia kurban juga dilarang untuk memperjualbelikan daging dan kulit hewan kurban ke pasaran. Sebab menurutnya, status panitia kurban ini merupakan wakil dari orang yang berkurban dalam penyembelihan dan pembagian daging kurban.

“Panitia adalah wakil pelaksana dari orang berkurban. Panitia tidak berhak memperjualbelikan daging dan kepala hewan kurban,” sebut Khayri.

Terakhir, penerima daging kurban. Masyarakat penerima daging kurban ini digolongkan menjadi dua, yakni miskin dan fakir.

Bagi masyarakat miskin yang menerima hewan kurban, tidak boleh memperjualbelikan dengan alasan apapun. Lebih baik, lanjut Khayri, daging tersebut disedekahkan atau digunakan untuk menjamu tamu.

“Untuk fakir yang menerima daging kurban baginya dibolehkan untuk menjual daging kurban, dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya,” demikian Khayri Abusyairi.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: