
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Balikpapan terkait dengan penyalahgunaan pembiayan ekspor dari Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia (LPEI-Indonesia Eximbank) yang berada dibawah pengelolaan Kementerian Keuangan.
Penggeledahan KPK di Balikpapan hanyalah bagian kecil dari penyalahgunaan pinjaman pembiayaan ekspor yang diberikan LPEI, karena secara keseluruhan pembiayaan dari LPEI yang disalahgunakan pengusaha, lebih kurang Rp2,5 triliun, meliputi sektor nikel, batubara, dan sawit.
Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika dalam keterangan resmi, membenarkan penyidik KPK melakukan penggeledahan di Komplek Rumah Toko (Ruko) Little China AB6/22, Balikpapan Baru, Jumat (2/8/2024) Balikpapan untuk kasus dugaan korupsi penggunaan dana penyaluran kredit di LPEI.
Ia juga menyebut kegiatan di Balikpapan itu bukanlah operasi tangkap tangan atau OTT.
“Bukan OTT,” ujarnya, Jum’at (2024)
KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana penyaluran kredit di LPEI. Ketujuh tersangka ini terdiri atas penyelenggara negara dan swasta.
Penetapan tersangka dilakukan atas penyidikan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
“Penetapan tujuh tersangka dilakukan pada 26 Juli 2024 dan saat ini proses penyidikan terhadap tujuh orang tersebut masih berjalan,” kata Tessa dalam keterangan resmi, Rabu, 31 Juli 2024.
Untuk saat ini, Tessa belum bisa mengungkap identitas ketujuh tersangka. Sebab, proses penyidikan masih berjalan dengan pemeriksaan saksi-saksi, serta penyitaan barang bukti.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (beroperasi dengan nama Indonesia Eximbank) adalah lembaga pembiayaan ekspor dari Indonesia.
Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2023, lembaga ini memiliki 3 kantor wilayah, 3 kantor cabang, dan 3 kantor pemasaran yang tersebar di seantero Indonesia, termasuk di Balikpapan.

Dalam laman resminya dijelaskan, LPEI-Indonesia Eximbank berfungsi untuk mendukung program ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan advisory services, serta mengisi kesenjangan yang terjadi dalam pembiayaan ekspor.
Dalam menjalankan fungsi tersebut, LPEI mempunyai tugas sebagai berikut; Memberi bantuan yang diperlukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan, dalam rangka ekspor.
Bantuan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, maupun asuransi ekspor guna pengembangan usaha untuk menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang ekspor.
Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan secara komersial sulit dilaksanakan dan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, lembaga keuangan komersial maupun oleh LPEI sendiri tetapi dinilai perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional (national interest account) dan mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional.
Kemudian; Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh bank atau lembaga keuangan lainnya dalam penyediaan pembiayaan bagi eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangann ekonomi Indonesia.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, LPEI dapat melakukan proses pembimbingan dan jasa konsultansi kepada bank, lembaga keuangan, eksportir dan produsen barang ekspor, khususnya untuk skala usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK).
Selain itu, LPEI berwenang melakukan menetapkan skema pembiayaan ekspor di tingkat nasional, dan melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional.
Ekonom INDEF, Eko Listiyanto, dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, menilai pemberian pinjaman kepada pengusaha atau eksportir di sektor sumber daya alam harus lebih diperketat untuk mencegah kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik kecurangan (fraud) di LPEI.
“Bisnis di sektor tambang seperti nikel, batubara, juga kelapa sawit rawan terjadi pelanggaran hukum karena biasanya dikuasai oleh pengusaha kelas kakap yang dekat dengan penguasa sehingga bisa ‘menekan’ pejabat pemerintah agar menyalurkan bantuan kredit,” katanya.
Dugaan penyalahgunaan kredit pembiayan ekspor di LPEI semula dilaporkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati ke Jaksa Agung, yakni pada Maret 2023.
Selang sehari, KPK mengumumkan lembaganya juga telah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi yang terkait pemberian pinjaman kredit oleh LPEI kepada sejumlah perusahaan.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, berkata laporan itu diterima pada 10 Mei 2023. Selanjutnya, penelahaan dilakukan hingga akhirnya KPK melakukan penyelidikan pada Februari 2024.
“Dari hasil pemaparan penyelidik dan penyidik kepada pimpinan, maka pada 19 Maret 2024 KPK meningkatkan proses penyelidikan perkara tersebut ke penyidikan,” kata Gufron.
Dari tigas kasus debitur LPEI yang bermasalah, salah satu perusahaan yang diungkap KPK adalah PT. PE yang disebut mendapatkan fasilitas kredit modal kerja ekspor sebanyak tiga kali yakni pada 2015, 2016, dan 2017.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan ada dugaan LPEI memberikan kredit tidak hati-hati. Pada tahun 2015, ucapnya, Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) yang disalurkan US$22 juta, pada 2016 KMKE yang diberikan Rp400 miliar, dan KMKE tahun 2017 sebesar Rp200 miliar.
“Jadi, secara keseluruhan fasilitas kredit modal kerja ekspor yang diberikan PT PE ini US$22 juta dan Rp600 miliar. Ini bertujuan mendukung modal kerja PT PE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar lainnya,” kata Alex dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (19/03/2024).
Sumber: Dari Berbagai Sumber | Editor: Intoniswan
Tag: KorupsiKPKLPEI