Lebih 200 Warga Indonesia yang Bermukim di Malaysia Ikuti Coklit di Sebatik

Warga Indonesia yang bermukim di wilayah Malaysia mengikuti Coklit di Kantor Desa Sei Limau, Kecamatan Sebatik Tengah. (Foto: Budi Anshori/niaga.asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Lebih 200 orang warga Indonesia yang bermukim di wilayah perbatasan Sabah, Malaysia, mengikuti Pencocokan dan Penelitian (Coklit) di Kantor Desa Sei Limau, Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan.

Ketua Bawaslu Nunukan Yusran mengatakan, Coklit yang digelar petugas Pantarlih di kantor Desa Sei Limau, bertujuan untuk mencocokan data pemilih dengan jumlah penduduk warga Sebatik Tengah yang bermukim di wilayah Malaysia.

“Ada 200 orang lebih warga Sebatik Tengah bekerja di perkebunan sawit Malaysia. Mereka secara de jure warga Indonesia karena memiliki Kartu Tanda Penduduk. Tapi de facto– nya bermukim di luar batas negara Indonesia,” kata Yusran kepada niaga.asia, Minggu 30 Juni 2024.

Yusran menerangkan, jika mengacu pada aturan, prosedural Coklit dilakukan petugas Pantarlih dengan mendatangi rumah-rumah warga. Namun proses ini akan sulit ketika warga tersebut bermukim di luar wilayah Indonesia.

Untuk memudahkan proses Coklit, lanjut Yustan, petugas Pantarlih bersama Panwascam meminta Kepala Desa Sei Limau, membantu menyebarkan informasi kepada warganya yang bermukim di Malaysia untuk datang ke kantor desa.

“Kalau ditinjau dari prosedural, mekanisme Coklit harusnya petugas Pantarlih mendatangi calon-calon pemilih. Tapi proses itu sulit bagi warga yang berada di luar teritorial batas negara Indonesia,” terang Yusran.

Selain mencocokkan data pemilih, petugas Pantarlih akan memberikan stiker sebagai tanda telah melakukan Coklit. Namun berdasarkan pengawasan lapangan, warga tersebut tidak berani menempelkan atau memasang stiker tersebut di rumahnya.

Mekanisme ini sebenarnya bertentangan bahkan pelanggaran terhadap aturan. Meski demikian, Bawaslu bersama KPU dapat memaklumi ini karena berada di posisi tidak normal, sehingga perlu ada pembatasan terhadap pemasangan gambar tertentu.

“Kami pernah bertemu warga yang sudah Coklit, sebagian stiker ditempel dalam rumah, ada juga hanya disimpan. Mereka menghindari persoalan di negara orang,” terang Yusran.

Pendataan pemilih bagi warga bermukim di luar teritorial wilayah Indonesia, tidak mungkin harus sesuai aturan. Selain itu menurut Yusran, kngan sampai hal bersifat teknis prosedural dan administratif, mengalahkan hak substansi warga Indonesia dalam mendapatkan hak politiknya.

Kebijakan dalam penerapan aturan Coklit perlu dilakukan dalam rangka menyelamatkan hak politik seseorang. Sebab jika keberadaan orang-orang tersebut tidak didata, maka dapat berpotensi menimbulkan masalah ketika warga itu menuntut hak politiknya.

“Bahaya kalau tidak didata. Kita takutnya nanti mereka datang waktu hari pencoblosan Pilkada meminta hak politiknya. Mereka berhak memilih, karena memiliki KTP dan Kartu Keluarga,” tegas Yusran.

Yusran juga meminta petugas Pantarlih sebisa mungkin mendata semua penduduk Indonesia yang berhak mendapatkan hak memilih. Soal nanti datang atau tidak menyalurkan hak memilihnya di hari pencoblosan, itu menjadi urusan warga itu sendiri.

Jika tahapan Coklit telah terlaksana dengan baik, tugas KPU dan Bawaslu untuk mensosialisasikan dan mendorong partisipasi masyarakat menggunakan hak politiknya pada pelaksanaan Pilkada serentak 2024.

“Mereka rela datang jauh-jauh ke kantor desa ikut Coklit, ini tanda warga Indonesia bermukim di Malaysia sangat sadar ada kewajiban hak politiknya,” demikian Yusran.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Saud Rosadi

Tag: