Lima Tahun Mengajar, Guru SMP Budi Luhur Hanya Terima Honor Rp4 Juta.

Elin Guru SMP Budi Luhur Sebakis  bersama kepala sekolah mengajar enam kelas setiap hari. (foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Elin (28),  guru honorer di sekolah swasta SMP Budi Luhur Sebakis, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kaltara mengaku selama lima  tahun mengajar, hanya menerima dua kali pembayaran honor  masing-masing Rp2 juta, atau secara keseluruhan hanya Rp4 juta.

“Iya, saya posting di facebook mempertanyakan nasib guru-guru SMP Budi Luhur yang sudah lama tidak menerima honorariumi,” kata Yudha Adjie ketika diklarifikasi Niaga.Asia, Selasa (08/09).

Yudha Adjie adalah suami dari Elin, lewat akun facebook, dia menyuarakan keluhan para guru sekolah SMP Budi Luhur. Elin sendiri mengajar sejak tahun 2015 dan selama itu, baru menerima honor mangajar  sebanyak 2 kali,  jumlahnya Rp4 juta.

Awalnya, SMP Budi Luhur didirikan untuk memenuhi kebutuhan anak usia sekolah dari warga transmigrasi. Semula SMP  yang diinisiasi Departemen Transmigrasi  memiliki 8 orang guru, namun karena pengelola sekolah tak sanggup membayar honornya, beberapa guru berhenti mengajar. Saat ini hanya ada dua orang guru yaitu, kepala sekolah dan Elin sendiri. Kedua guru ini mengajar murid kelas VII hingga kelas IX secara bergantina.

“Murid disana sekitar 100, sekolah hanya memiliki satu bangunan yang disekat dengan papan triplek memisahkan tiap kelas,” kata Yudha.

Supaya proses belajar mengajar tetap berjalan, Elin bersama kepala sekolah sejak tahun 2018 bergantian mengajar dan berpindah-pindah  kelas. Elin mengajar sambil kuliah dan selama mengajar, Elin bersama suaminya mengikhlaskan dirinya mengabdi tanpa berpikir honor, hanya saja, keikhlasan ini belum tentu bisa diterima guru-guru lain.

“Tempo hari ada guru sarjana mengajar, tapi tidak lama berhenti. Saya pernah berpikir kenapa haus mengajar disana, tapi kembali lagi berpikir kasihan anak-anak disini,” sebutnya.

Dalam keadaan hamil, Elin mulai kesulitan mengajar, hal ini hampir sama dengan 2 tahun sebelumnya. Belum lagi, Elin harus mengikuti perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ibnu Khaldun Pulau Sebatik, terkadang tidak mengajar karena harus mengikuti perkuliahan.

Mohon Perhatian Pemerintah

Tidak hanya persoalan gaji, Yudha prihatin dengan kondisi gadung sekolah, foto-foto yang beredar di facebook adalah koleksi 2 tahun lalu dan bayangkan selama itupula, tidak ada sentuhan perbaikan.

“Atapnya rusak diganti dengan atap bekas, yang penting tidak bocorlah, kayu-kayu dinding juga lapuk termasuk plafon lepas-lepas,” bebernya.

Lewat postingan media massa, Yudha berharap ada perhatian pemerintah daerah terhadap guru dan bangunan sekolah serta tambahan tenaga pengajar untuk mengatasi kesulitan Elin membagi waktu antaraa mengajar dan keliah.

Tidak hanya pemerintah, pihak perusahaan sawit yang berada tidak jauh dari sekolah diminta peran sertanya membantu sekolah. memang pernah dulu PT SIL berniat membayar gaji guru, tapi sampai sekarang belum terlaksana.

“Dulu PT SIL janji mengusahakan gaji guru masuk gaji keryawan harian, tapi sampai sekarang belum ada, malahan perusahaan dimasa pendemi Covid pengurangan pegawai,” tutupnya. (002)

Tag: