Manajemen Produksi Event Seni Pertunjukan

Wawan Timor. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Hampir semua kegiatan atau event yang berhubungan dengan kebudayaan, pariwisata, olah raga, pendidikan bahkan agama sekalipun, selalu ada keterlibatan seni pertunjukan sebagai bingkainya, sehingga event itu mempunyai sentuhan estetika dan mempunyai daya tarik.

Sebut saja misalnya event akbar seperti PON, Sea Games, Asian Games, Olimpiade hingga MTQ tingkat lokal, nasional dan internasional selalu ada acara pergelaran seninya.

Event seni pertunjukan tidak selamanya menjadi bingkai. Pagelaran seni dalam banyak kesempatan menjadi sajian utama. Itu ada pada konser musik, pentas teater, pameran lukisan dan lainnya.

Cuma memang tidak semua sajian seni yang ditampilkan itu memuaskan penonton. Bahkan justru mengecewakan. Kadang menimbulkan kekacauan.

Manakala ada ketidakpuasan penonton dan kekacauan yang ditimbulkan, Wawan Timor yang kerap terlibat sebagai penyelenggara event di Kaltim itu, menganggap lebih disebabkan kepada ketidakmampuan me-manajemeni kegiatan yang diselenggarakan Event Organizer (EO).

Dalam kertas kerjanya  ‘Produksi Event Seni Pertunjukan’ pada Raker Pelaku Seni Pertunjukan Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Dispar Kaltim, medio Februari 2023 lalu, Wawan Timor memaparkan sejumlah hal terkait manajemen produksi event.

“Kita harus memilah apa-apa saja yang masuk dalam ‘rumah besar’ seni pertunjukan. Ternyata di sana ada seni teater, tari, musik, rupa, film, sastra dan fashion,” ujar Wawan Timor.

Secara umum, lanjutnya, penyelenggara atau EO menganalisa waktu, ruang, biaya, pelaku seni yang terlibat, hubungan pelaku seni dan penonton dan teknologi pendukung.

Selanjutnya masuk ke dalam tahap perencanaan, yang meliputi ‘by order’ (pesanan event), pengkajian tema dan penonton (audiens), konsep artistik, dan ‘hunting’ lokasi.

Semua itu, kata Wawan Timor yang juga salah satu sutradara teater handal Kaltim, dituangkan dalam bentuk TOR atau proposal jenis event, di dalamnya ada rancangan biaya dan dukungan lain.

Ketika TOR atau proposal itu sudah ‘clear’ dalam soal dukungan pendanaan dan lainnya, penyelenggara atau EO atau kelompok kesenian tersebut harus memasuki tahap menyusun tim produksi.

Tim produksi itu meliputi: ‘project officer’ atau pimpinan produksi, supervisor artistik dan non-artistik, staf administrasi dan keuangan sutradara/koreografer/kurator, penulis naskah atau skenario, stage manager, para penata (cahaya, busana, musik, suara, panggung, IT dan properti), staf non-artistik (keamanan/perizinan, publikasi/marketing, konsumsi, akomodasi, transportasi dan lainnya sesuai kebutuhan).

“Setelah detail perencanaan dari penyelenggara/EO disampaikan kepada tim produksi, barulah memasuki tahapan proses kreatif produksi,” ucapnya.

Sementara tim non-artistk melakukan tugasnya, proses kreatif tim artistik produksi berjalan. Di awali dengan rekrutmen atau ‘casting’ atau kontrak artis, atau kurasi perupa dan peraga busana.

Dilanjutkan orientasi dan pengenalan naskah atau skenario, kuratorial lukisan/busana, latihan/syuting, orientasi pengenalan panggung/lapangan/ruang pameran untuk teater, tari, musik, fashion dan seni rupa.

“Sangat diperlukan gladi bagi seni tari, teater, fashion dan cek sound bagi grup musik dan artis, pemajangan lukisan bagi seni rupa, editing untuk film dan penyesuaian tata cahaya, sound dan teknologi penunjang pergelaran. Gladi paling tidak diperlukan dua kali,” papar Wawan Timor.

Sebagai puncak dari proses panjang produksi tersebut, selama berbulan-bulan, adalah pergelaran/penayangan film atau pembukaan pameran. Tentu setelah itu penyelenggara melakukan evaluasi produksinya.

“Satu hal yang sangat penting bagi penyelenggara produksi event seni pertunjukan adalah publikasi. Tanpa publikasi dan promosi melalui berbagai media, apapun hasilnya produksi itu nyaris sia-sia. Tidak ada gaungnya dan hambar,” pungkas Wawan Timor.

Penulis: Hamdani  |  Editor: Intoniswan

Tag: