
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Sekitar 250 perwakilan buruh se-Kaltim menyuarakan hak-hak mereka yang belum sepenuhnya dipenuhi, ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, dalam peringatan Hari Buruh (May Day) 1 Mei 2025.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Federasi Serikat Pekerja (FSP) Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (Kahutindo) Kaltim Sukarjo mengatakan, May Day ini menjadi momentum para buruh menyampaikan dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Menurutnya, masih banyak buruh yang di eksploitasi bekerja lebih dari 8 jam dalam sehari. Padahal idealnya para buruh ini hanya bisa bekerja 8 jam, sisanya diisi untuk beristirahat dan bersosialisasi dengan masyarakat.
“Itu yang menjadi hal dasar yang perlu kita tuntut dalam gerakan May Day ini. Di Kaltim (bekerja 8 jam) secara regulasi sudah ada, tapi secara prakteknya masih terjadi pelanggaran (bekerja lebih dari 8 jam) terutama di industri kehutanan, kelautan dan transportasi,” kata Sukarjo, di Aula Kantor Disnakertrans Kaltim Jalan Kemakmuran, Samarinda.
Meskipun regulasi terkait jam kerja dan upah lembur telah diatur, dalam praktiknya di lapangan masih jauh dari harapan. Tidak sedikit pekerja dipaksa bekerja melebihi batas waktu, tanpa mendapatkan kompensasi lembur yang sesuai.

“Setiap pekerja berhak atas upah lembur jika bekerja lebih dari 7-8 jam sehari, sesuai aturan perundang-undangan. Namun kenyataannya banyak pekerja masih bekerja melebihi batas tersebut tanpa mendapat hak upah lemburnya,” ujar Sukarjo.
Selain masalah jam kerja dan upah, Sukarjo juga menyoroti persoalan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan Undang-undang. Sukarjo menyebutkan praktik sistem kontrak pada pekerjaan yang bersifat tetap, masih marak terjadi, dan mengakibatkan ketidakpastian status dan berdampak pada kesejahteraan pekerja.
Di mana dengan hubungan bersifat kontrak ini para pekerja tidak mendapat kepastian dalam pola hubungan kerja, dan tidak mendapatkan ketenangan bekerja karena khawatir jika masa kontraknya selesai dan tidak diperpanjang.
“Hubungan kontrak kerja juga kadang memberikan upah semaunya saja. Kita tahu Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim Rp3,7 juta tapi masih ada yang mendapatkan upah Rp1,7 juta per bulan seperti di pertokoan dan pergudangan,” terangnya.
Selain itu, jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan pekerja juga seringkali terabaikan. Menurut Sukarjo keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perlu menjadi perhatian utama para buruh, terutama para buruh yang bekerja di sektor transportasi yang sifatnya kemitraan.
“Padahal dalam aturan hukum tenaga kerja, kemitraan tu tidak masuk hubungan kerja, hanya Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak,” jelas Sukarjo.
Kemudian permasalahan lainnya yang dirasakan para buruh yakni Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Di mana banyak perusahaan yang memberikan pesangon tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, terutama bagi pekerja dengan status karyawan tetap.
“Banyak perusahaan berusaha memberikan pesangon sekecil-kecilnya. Mereka hanya memberikan kewajiban pesangon setengah dari aturan. Ini masalah yang sangat kompleks dan tidak bisa kita selesaikan dalam waktu singkat,” kata Sukarjo.
Sementara, Kepala Disnakertrans Kaltim Rozani Erawadi mengatakan, Pemprov Kaltim berupaya meningkatkan kesejahteraan para pekerja di wilayahnya. Setiap tahun Gubernur Kaltim mengumumkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) para pekerja untuk diterapkan masing-masing daerah.
“Di Kaltim kenaikan UMK 2025 secara merata 6,5 persen sesuai instruksi Presiden, sehingga upah kita sudah kompetitif (gaji total setara),” kata Rozani.

Selain UMK, Pemprov Kaltim juga menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) untuk diikuti oleh perusahaan bergerak sektor perkebunan, kehutanan, batu bara, minyak dan gas. Untuk UMSK di Kaltim sendiri disepakati yakni di atas Rp3,5 juta per bulannya.
“Kalau di kabupaten/kota tidak ada upah sektoral, bisa mengacu pada sektoral provinsi. Jadi hampir semua kabupaten/kota menetapkan upah sektoral, itu upaya kita mendorong kesejahteraan pekerja,” ujar Rozani.
Rozani juga menjelaskan bahwa Pemprov Kaltim akan membentuk Satuan Tugas (satgas) Pengawasan Ketenagakerjaan untuk memperjuangkan kesejahteraan para buruh dan pekerja Kaltim.
Satgas itu dibentuk pada 23 April 2025, dan diisi komponen lengkap baik pemerintah, serikat pekerja dan buruh, asosiasi profesi, akademisi, Polri maupun unsur terkait lainnya.
“Satgas ini berperan dari sisi operasional untuk kegiatan preventif (pencegahan) kalau ada masalah dan berupaya memberikan sosialisasi informasi kepatuhan, terhadap norma ketenaga kerjaaan,” demikian Rozani Erawadi.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: BuruhHari BuruhKaltim