Menkes Budi: Jaga Kesehatan dengan Imunisasi dan Skrining

Kegiatan Imunisasi (HO-Kemenkes)

JAKARTA.NIAGA.ASIA — Indonesia saat ini fokus mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk menjaga masyarakat tetap hidup sehat. Upaya ini merupakan salah satu keberhasilan sektor kesehatan pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun atau pada dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menerangkan, strategi untuk menjaga kesehatan masyarakat melalui upaya promotif dan preventif, merupakan bagian dari transformasi layanan kesehatan primer.

Transformasi layanan kesehatan primer merupakan pilar pertama dalam transformasi kesehatan Indonesia. Dalam penerapannya, fokus utamanya adalah memperkuat aktivitas promotif dan preventif untuk menciptakan lebih banyak masyarakat yang sehat, memperbaiki skrining kesehatan, serta meningkatkan kapasitas layanan kesehatan primer.

“Untuk menjaga orang tetap sehat, fokus promotif dan preventif di puskesmas, posyandu, bidan, perawat, dokter-dokter yang ada di puskesmas. Sedangkan, kalau mengobati orang sakit, kita mengurusnya di rumah sakit, mulai dari kelengkapan obat-obatan sampai alat kesehatan,” kata Budi Gunadi di Jakarta, Senin 7 Oktober 2024.

Pelayanan kesehatan primer dilakukan dengan merevitalisasi jaringan Puskesmas, Puskesmas pembantu (pustu), dan Posyandu. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan revitalisasi 10.000 Puskesmas, 85.000 Puskesmas pembantu, dan 300.000 posyandu.

“Revitalisasinya nomor satu, kami revitalisasi layanan kesehatan, karena masing-masing Puskesmas sebelumnya beda-beda pelayanannya. Kami akhirnya standardisasikan pelayanannya. Yang kedua, layanan kesehatan tidak hanya fokus kepada ibu hamil dan balita,” ujar Budi Gunadi.

“Pada program revitalisasi, layanan kesehatan promotif dan preventif ditujukan, mulai dari ibu hamil, balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Itu yang kami revitalisasi. Yang ketiga, semua (data) digitalisasikan. Jadi, program revitalisasi ini sudah dilakukan dengan sangat masif,” terang Budi Gunadi.

Imunisasi untuk Pencegahan

Dari sisi standardisasi layanan kesehatan, Menkes Budi menambahkan, Puskesmas memiliki peran penting dalam upaya promotif dan preventif. Implementasi upaya preventif terdiri dari imunisasi dan skrining.

“Imunisasi untuk mencegah supaya tidak sakit dan skrining untuk mendeteksi risiko penyakit. Imunisasi kita sudah bertambah dengan kehadiran tiga antigen baru, yakni vaksin HPV (human papillomavirus) untuk pencegahan kanker serviks,” tambahnya.

“Vaksin PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) untuk pneumonia dan Rotavirus untuk mencegah diare. Vaksin pneumonia dan diare diberikan kepada seluruh balita. Lalu, untuk vaksin HPV diberikan kepada semua wanita,” jelas Budi Gunadi.

Menurut Menkes Budi, pemberian vaksin HPV dilatarbelakangi melihat angka kejadian kasus kanker serviks di Indonesia. Kanker serviks merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada wanita setelah kanker payudara.

“Kasus kanker serviks di Indonesia naik terus. Sekarang, sudah ada vaksinnya. Vaksin HPV untuk anak perempuan usia 11-12 tahun, kemudian naik untuk usia 15-16 tahun, akhirnya naik diberikan untuk usia 21 tahun. Diberikan vaksinnya buat anak-anak dan remaja, karena mereka bisa menjadi carrier (pembawa),” sambungnya.

Pemberian vaksin PCV dan Rotavirus juga didasari tingginya angka kematian balita akibat pneumonia dan diare. Padahal, sudah ada vaksin yang dapat mencegah dua penyakit tersebut.

“Vaksin HPV, PCV, dan Rotavirus disorot dunia. Indonesia akhirnya melakukan imunisasi dengan ketiga vaksin tersebut. Ini adalah program nasional yang sangat besar dan tentunya berkat keberhasilan kepemimpinan Bapak Presiden Jokowi,” imbuh Menkes Budi.

Deteksi Risiko Penyakit

Upaya preventif lainnya dalam layanan kesehatan primer adalah skrining. Skrining yang paling masif dilakukan adalah skrining penyakit gizi pada balita.

“Skrining penyakit yang terbayang oleh kita biasanya skrining penyakit jantung, stroke, diabetes. Yang paling masif kami lakukan adalah skrining penyakit gizi balita, yakni stunting. Stunting termasuk penyakit gizi dengan gizi kurang dan ini diskrining,” jelas Budi Gunadi.

“Cara skriningnya dengan mengukur tinggi dan berat badan. Dulu, pengukurannya tidak standar. Sekarang, ada alat yang namanya antropometri buat skrining. Fungsinya, sebagai alat ukur tinggi dan berat bayi,” terangnya.

Kemenkes telah mendistribusikan lebih dari 300.000 alat antropometri ke Posyandu di seluruh Indonesia untuk menstandarkan proses penimbangan, mengingat sebelumnya alat timbang di Posyandu tidak terstandar.

“Antropometri ini kami kirim secara masif. Sebanyak 1,5 juta kader posyandu diajarkan cara menimbang. Ini program yang luar biasa,” imbuh Menkes Budi.

Lebih lanjut Budi Gunadi menjelaskan, skrining masif juga dilakukan untuk bayi dalam kandungan. Skrining ini memerlukan biaya sangat besar karena melibatkan pengadaan alat ultrasonografi (USG) untuk 10.000 puskesmas.

“Alat USG digunakan untuk skrining bayi dalam kandungan ibu hamil. Kematian bayi dan ibu di negara kita masih tinggi, tidak turun-turun karena kita punya alat USG sedikit sekali. Sewaktu saya masuk menjadi Menteri Kesehatan, baru ada 2.200 puskesmas dari 10.000 yang punya alatnya,” katanya.

“Padahal, kelahiran banyak terjadi di puskesmas. Hanya 22% ibu hamil yang ada di Indonesia yang bisa dapat pelayanan dengan USG waktu itu. Oleh karena itu, kami kirim alat USG ke seluruh puskesmas,” terang Budi Gunadi.

Selain digunakan untuk skrining bayi dalam kandungan, alat USG juga dapat digunakan untuk mendeteksi kanker payudara. Skrining kanker serviks juga telah gencar dilakukan dengan dukungan mesin PCR.

“Sehingga bukan swab di hidung, tapi swab di serviks. Nanti bisa terlihat di mesin PCR, apakah ada potensi virus kanker serviksnya atau tidak,” kata Budi Gunadi.

Upaya skrining lainnya mencakup skrining tuberkulosis (TB). Sebelumnya, dari target satu juta orang, hanya sekitar 500.000 hingga 600.000 orang yang terdeteksi, sementara 400.000 orang lainnya berpotensi menularkan penyakit ini ke orang lain.

“Skrining TB naik sekarang, bisa 840.000 orang. Semoga tahun ini bisa 900.000 orang. Belum lagi skrining penyakit tidak menular. Di Indonesia, yang meninggal banyak yang stroke, jantung, dan kanker,” jelas Budi Gunadi.

“Stroke dan jantung atau masalah kardiovaskular mesti dijaga tekanan darah, gula darah dan lemak darah. Begitu terdeteksi tekanan darah tinggi, sudah ada obatnya dan gratis. Gula darah yang tinggi juga berbahaya. Upaya skrining ini contoh program besar layanan kesehatan di puskesmas,” demikian Budi Gunadi Sadikin.

Sumber: Humas Kemenkes | Editor: Saud Rosadi

Tag: