Monopoli PLN Penyebab Lambatnya Pemerataan Listrik di Kaltim

Anggota Komisi III DPRD Kaltim Muhammad Samsun. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) daerah pemilihan (dapil) Kutai Kartanegara, Muhammad Samsun, berpendapat monopoli PLN sebagai penyebab lambatnya pemerataan listrik di Bumi Mulawarman.

Menurutnya, banyak perusahaan tambang di Provinsi Kaltim yang memiliki pembangkit listrik sendiri. Tetapi sayangnya, mereka tidak diizinkan untuk menyalurkan listrik langsung ke masyarakat sekitar.

“You punya diesel, you punya pembangkit listrik, tapi you enggak boleh mengaliri listrik untuk membantu masyarakat,” ujarnya usai melakukan rapat dengar pendapat dengan Dinas ESDM Kaltim, Kamis (27/2).

Upaya pemerataan listrik di Kaltim sebenarnya bukan hal baru. Pada era Gubernur Awang Faroek Ishak, pemerintah provinsi (pemprov) telah mendorong perusahaan tambang untuk membangun pembangkit listrik (power plant) di lokasi tambang.

“Ketika Pak Awang menjabat, beliau sudah memerintahkan perusahaan tambang untuk membangun power plant di mulut tambang mereka. Dan itu dilakukan, terutama oleh perusahaan tambang besar,” jelasnya.

Pemerintah menargetkan pemenuhan listrik untuk daerah terpencil dengan memanfaatkan potensi energi lokal. Gagasan ini diharapkan dapat membantu mengatasi defisit listrik dan mempercepat elektrifikasi bagi masyarakat sekitar. Namun, kebijakan itu nyatanya tidak berjalan sesuai harapan.

“Power plant yang mereka bangun tidak bisa langsung menyuplai listrik ke masyarakat karena regulasi hanya mengizinkan PLN sebagai penyalur listrik. Sementara PLN ingin membeli dengan harga murah. Akhirnya, apa yang dibangun enggak berpengaruh terhadap elektrifikasi masyarakat. Padahal mereka di dekat sekitar tambang,” paparnya.

Hingga kini, masih ada lebih dari 100 desa di Kaltim yang belum teraliri listrik. Salah satu penyebabnya kata Samsun, adalah aturan yang hanya mengizinkan PLN sebagai satu-satunya distributor listrik untuk masyarakat.

Padahal jika regulasi diubah dan pasar listrik dibuka untuk lebih banyak pemain, maka tak menutup kemungkinan bahwa masyarakat bisa mendapatkan listrik dengan harga lebih murah dan otomatis aksesnya juga akan lebih mudah.

Belajar dari Telekomunikasi dan Jasa Pengiriman

Samsun menjelaskan bahwa ada sektor lain yang sebelumnya dimonopoli pemerintah kini telah bertransformasi menjadi lebih kompetitif dan menguntungkan masyarakat.

“Dulu telekomunikasi hanya dikuasai oleh Telkomsel, sekarang setelah ada kompetitor seperti XL, iM3 dan Indosat, harga jadi lebih bersaing dan layanan lebih bervariasi,” terangnya.

Hal serupa terjadi di industri jasa pengiriman. Sebelumnya, PT Pos Indonesia satu-satunya yang menangani pengiriman barang. Sekarang ada TIKI, J&T, JNE, dan lainnya. Akibatnya, harga lebih kompetitif dan masyarakat punya lebih banyak pilihan.

“Kalau PLN dibuka regulasinya juga barangkali masyarakat bisa mendapatkan harga listrik yang lebih murah dan mudah,” tutupnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: