NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Polres Nunukan berencana membangun rumah belajar sekaligus rumah istirahat/singgah bagi anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia yang bersekolah di wilayah perbatasan antara Indonesia – Malaysia, tepatnya di Kecamatan Sebatik Tengah.
Munculnya ide membangun rumah bermula dari giat Kapolres Nunukan bersama Samapta Polres Nunukan, melaksanakan patroli kewilayahan di Desa Sei Limau, Kecamatan Sebatik Tengah, yang wilayahnya berbatasan dengan Kampung Baru Bergosong, Sabah, Malaysia.
“Saya melihat anak-anak Indonesia yang orang tuanya bekerja dan tinggal bertahun-tahun di perkebunan kelapa sawit di Malaysia, harus bersekolah ke Sebatik,” kata AKBP Bonifasius Rumbewas pada Niaga.Asia, Rabu (25/09/2024).
Wilayah Bergosong sendiri merupakan kawasan perkebunan kelapa sawit Malaysia, dimana sebagian besar pekerjanya warga Indonesia. Keberadaan pekerja-pekerja tersebut telah ada sejak puluhan tahun 1980-an.
Pada patroli itu, lanjut Kapolres, ia bertemu sejumlah anak – anak PMI yang setiap hari berjalan kaki lebih 10 kilometer dari rumahnya di perkebunan sawit Malaysia menuju sekolah SD dan SMP di Kecamatan Sebatik Tengah.
“Awalnya mereka bekerja, lalu bertemu jodoh menikah disana hingga melahirkan putra dan putri, anak-anak mereka ini tidak diterima bersekolah karena bukan warga negara Malaysia,” sebutnya.
Tidak diterima bersekolah di Malaysia, bukan halangan bagi anak-anak PMI mendapatkan pendidikan. Belasan anak-anak yang memasuki usia sekolah rela berjalan pulang pergi dari tempat tinggalnya menuju sekolah di Kecamatan Sebatik Tengah.
Melihat beratnya perjuangan anak-anak PMI, menurut Kapolres, ia berinisiatif mendirikan bangunan rumah belajar sekaligus tempat untuk singgah ketika anak-anak lelah, karena menempuh perjalanan cukup panjang.
“Jarak rumah anak-anak PMI ke patok perbatasan Indonesia sekitar 5 kilometer, dari patok batas negara menuju sekolah 5 kilometer, jadi kalau di total perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 10 kilometer,” ungkap Kapolres.
Perjalanan panjang tersebut semakin sulit karena kawasan yang dilalui berbukit-bukit dengan tanah terjal, tidak jarang anak-anak terpaksa berjalan tanpa alas sepatu karena kondisi jalan – jalan yang basah dan becek.
Musim hujan menjadi salah satu kendala bagi anak-anak bersekolah, sehingga bukan hal aneh anak-anak terlambat tiba di sekolah.
“Saya kaget dengar cerita anak-anak kalau mereka berangkat dari rumah ke sekolah sekitar pukul 05:00 Wita pagi, kadang sepatu ditentang karena jalan dilalui becek,” ujar Kapolres.
Melihat kerasnya perjuangan anak-anak PMI, Kapolres mengaku telah melaporkan rencananya membangun rumah singgah tersebut ke Kapolda Kaltara Irjen Pol. Hary Sudwijanto.
“Inisiatif pembangunan rumah belajar mendapat respon Kapolda Kaltara yang dalam pesannya meminta, jika memungkinkan jajaran Polres Nunukan membantu transportasi angkutan pelajar dari patok batas Indonesia menuju ke sekolah yang berjarak sekitar 5 kilometer,” paparnya.
Kapolres mengaku, juga telah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan pihak sekolah SDN 05. Pemerintah desa mendukung dengan memberikan lahan cukup luas untuk membangun rumah singgah. Lokasinya tidak jauh dari patok perbatasan Indonesia – Malaysia.
“Secepatnya kita bangun rumah singgah bagi anak-anak PMI. Saya sempat antar mereka pulang sampai patok Indonesia,” terangnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Pekerja Migran IndonesiaPendidikanPolres Nunukan