NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Nunukan bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nunukan, Kalimantan Utara, menggelar sosialisasi Ta’lim Pemilu dan deklarasi lawan politik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) dan uang.
Ketua MUI Cabang Nunukan, Ustad H. Harun Zain mengatakan, rusaknya moral bangsa tidak terlepas dari praktek politik dan perbuatan zalim para penguasa dalam memimpin pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
“Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh politik. Kesalahan dalam memilih pemimpin akan berdampak buruk terhadap rakyat Indonesia,” kata Harun Zain pada Niaga.Asia, Selasa (23/01/2023).
Seluruh rakyat Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Pemilu, oleh karena itu, ujar Harun Zain, MUI Nunukan mengajak masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta tidak menyebarkan isu sara yang dapat merusak persatuan.
Hal yang tidak kalah penting adalah keterlibatan para ulama dan tokoh agama dalam memberikan pemahaman bahwa politik uang tidak hanya kejahatan pemilu, tapi juga pelanggaran hukum agama.
“Saya kutip kalimat ulama kondang, beliau bilang menerima politik uang itu tidak berdosa tapi hukumannya langsung masuk neraka,” ujarnya sambil tertawa.
Keterlibatan MUI dalam mengawal Pemilu dan mengkampanyekan tolak politik uang dan SARA adalah sebuah ibadah. Para ulama harus menyiarkan secara luas ajakan larangan menerima pemberian uang dari orang-orang yang sedang mengikuti pemilu.
Harun Zain menuturkan, secara tidak langsung politik uang adalah bagian dari jalan menuju perbuatan korupsi sebab, segala biaya yang dikeluarkan selama kampanye dan pemilu akan diambil kembali dengan cara mencuri uang negara.
“Makanya jangan terima pemberian amplop caleg, kalau mereka nanti terpilih pasti berpikir bagaimana cara mengembalikan uang itu,” tegasnya.
MUI Nunukan menilai ajakan Bawaslu mendeklarasikan lawan politik uang dan SARA sebagai bagian dari dakwa untuk mencerdaskan umat, pemuka agama harus memberikan kisi-kisi perjuangan agama agar umat terlepas dari kesesatan.
“Jangan tergoda amplop Rp 300,000 atau Rp 500,000, tapi selama 5 tahun nasib kita tidak diperhatikan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Nunukan, Mochamad Yusran menyebutkan, keterlibatan ulama dalam Pemilu sangat membantu pemerintah dalam mendukung perang melawan politik uang yang diakui sangat sulit dihilangkan.
“Kami mohon lewat majelis Ta’lim para ulama bisa menyampaikan larangan politik uang karena haram,” bebernya.
Banyak alasan dari masyarakat untuk menerima politik uang, padahal apa yang dilakukan sebuah kejahatan dan bertentangan dengan ajaran agama
“Ada yang bilang inikan rezeki masa di tolak, nanti marah allah kalau rezeki ditolak. Kesalahan narasi ini hendaknya diluruskan oleh ulama agar tidak menjadi pembenaran,” ujarnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Pemilu 2024