Nunukan Darurat Sampah, Truk Pengangkut Hanya Ada Sembilan

Tumpukan sampah di TPS plastik yang tidak terangkut armada truk DLH Nunukan. (Foto : Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Nunukan darurat sampah. Volume sampah limbah rumah tangga terus  meningkat Kabupaten Nunukan tapi tak sebanding dengan jumlah armada truk mengangkut sampah dari Tempat Pembuangan Sampah (TPS) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Sampah terkelola setiap harinya di Nunukan mencapai 17 ton,” kata Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Nunukan, Freddyanto Gromiko, pada Niaga. Asia, Rabu (06/09/2023).

Menurut dia, peningkatan volume sampah di tiap TPS tidak lepas dari bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat pembuangan sampah di tempat-tempat yang disiapkan pemerintah.

Namun, kesadaran masyarakat membuang sampah belum mampu diimbangi oleh pemerintah dengan menambah lokasi TPS baru maupun armada angkutan truk sampah untuk dioperasikan mengambil sampah di TPS.

“Kita punya 13 titik pengambilan sampah, sedangkan armada truk disiapkan hanya 9 unit, Inilah alasan kenapa tidak semua TPS bisa diangkut setiap hari,” sebutnya.

Selain keterbatasan armada truk, waktu kerja tiap regu petugas sampah sesuai aturan dibatasi maksimal 4 jam perhari. Hal ini secara tidak langsung berdampak terhadap volume sampah yang dapat diambil petugas pada TPS.

Kendala pengangkutan  sampah berpengaruh  pula terhadap membludaknya sampah di TPS. Terkadang volume sampah melebihi daya angkut truk sampah yang dioperasikan LDH Nunukan.

“Lokasi TPS di Nunukan jauh dari TPA, makanya tiap regu petugas sampah hanya bisa 1 kali sehari mengakut sampah,” ungkap Freddyanto.

Penundaan pengambilan sampah di TPS sering kali  diprotes masyarakat yang merasa tidak nyaman karena pencemaran udara, terutama di lokasi – lokasi berdekatan dengan pemukiman penduduk.

Upaya Pemerintah Nunukan menambah fasilitas bak sampah berbahan plastik di beberapa lokasi belum mampu mengatasi persoalan sampah yang masih menumpuk setiap harinya.

“Banyak TPS plastik hilang dicuri orang, sebagian lagi rusak pecah karena dipaksa menampung sampah dalam jumlah banyak,” terangnya.

Freddyanto menerangkan, 17 ton sampah yang dihasilkan setiap harinya belum termasuk sampah di laut atau sungai. Meski tidak memiliki data pasti jumlah sampah di perairan, DLH Nunukan memperkirakan volumenya cukup tinggi.

Sampah di sepanjang pesisir laut dan sungai masuk dalam kategori sampah yang tidak terkelola. Volumenya sekitar 30 persen dari volume sampah di daratan.

“Kita tidak punya data pasti volume sampah di laut, tapi estimasinya bisa dilihat dari banyaknya limbah botol bekas minuman dijadikan pelampung oleh petani rumput laut,” bebernya.

Sampai saat ini, Pemerintah Nunukan belum memiliki program penanganan sampah di pesisir laut yang dihasilkan oleh limbah usaha rumput laut maupun rumah tangga yang semakin tahun terus meningkat.

Solusi yang bisa ditawarkan pemerintah masih sebatas daur ulang plastik untuk dijadikan pelampung rumput laut, hanya saja secara ekonomis harga belinya lebih mahal dibandingkan botol plastik minuman.

“Pelampung dari daur ulang plastik dijual Rp 7 ribu per biji, beda jauh dengan harga botol plastik bekas minuman sekitar Rp 2 ribu per biji,” ucapnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: