
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Sejumlah oknum pedagang besar rumput laut diduga memonopoli truk angkutan rumput laut dari luar pelabuhan ke dalam pelabuhan, sehingga tak menyisakan bagi pedagang rumput laut kelas menengah dan kecil.
“Rumput laut saya sudah 3 minggu tidak terangkut ke kapal, kalau begini terus rugi besar kami,” kata salah seorang pedagang rumput laut Nunukan, H. Supardi ditengah-tengah pedagang kecil dan menengah yang melancarkan protes di areal Pelabuhan Tuno Taka pada Niaga.Asia, Selasa (21/3/2023).
Pedagang besar memanfaatkan kedekatannya dengan pemilik truk untuk mengangkut rumput laut miliknya sendiri tanpa memikirkan pedagang kecil.
“Kami kalau menggunakan truk umum yang tak punya izin mengangkut rumput laut ke pelabuhan, dilarang masuk pelabuhan,” tambah Supardi.
Adanya dugaan pedagang besar memonopoli truk angkutan ke pelabuhan tersebut menimbulkan protes dari pedagang menangah dan kecil, bahkan sempat terjadi keributan lantaran sejumlah pedagang memaksa masuk ke pelabuhan menggunakan truk yang tak terdaftar di pelabuhan.
Kapolres Nunukan AKBP Taufik Nurmandia bersama perwakilan manajemen PT Pelindo Nunukan yang berada dilokasi keributan, mengajak semua pihak saling menghargai dan berupaya mencari solusi agar persoalan bisa diatasi dan tidak menimbulkan keributan lebih panjang.
“Tadi Pak Kapolres bersama Pelindo dan ketua Asosiasi Pedagang Rumput Laut Nunukan (APRLN) berkumpul membahas persoalan yang mulai memanas,” ujar Supardi.
Supardi menyebutkan, beberapa kesepakatan dihasilkan dalam pembahasan, salah satunya adalah meminta APRLN mengatur dan mengawasi jatah pengiriman rumput laut di pelabuhan Nunukan.
Kemudian, pedagang dan pengusaha dilarang memonopoli pengiriman rumput laut miliknya sendiri. Artinya membagi truk kepada semua pemilik rumput laut yang disesuaikan dengan rumput laut yang akan diangkut kapal ke Parepare, Sulawesi Selatan,
“Misalnya kemampuan kapal pengakut 3.000 karung, kuota itulah bagi-bagi secara merata, jangan lagi ada monopoli oknum pedagang tertentu,” bebernya.
Supardi mengaku, keterlambatan pengiriman rumput laut sangat merugikan pedagang ,karena berat rumput laut menyusut, belum lagi jika dalam kurun waktu bisa membuat harga jual turun.
Sebagai contoh, lanjut dia, harga jual rumput laut bulan Februari atau sekitar 3 minggu lalu di kisaran Rp 32.000 per kilogram kering, harga ini berubah atau turun di akhir bulan Maret menjadi Rp 20.000 per kilogram kering, karena pengiriman terlambat.
“Coba bayangkan, saya beli Rp 32 ribu, sekarang harga Rp 20 ribu, berapa banyak kerugian saya terlambat menjual,” ucapnya.
Kerugian akibat keterlambatan pengiriman barang dirasakan puluhan pedagang yang jika dikalkulasi mencapai 30 truk yang tiap truk berisi sampai 40 karung dengan berat sekitar 4.000 kilogram.
Selain adanya monopoli dari oknum pengusaha menguasai truk angkuatan ke pelabuhan, sekarang kapal juga mengurangi angkutan barang sebab, harus mengutamakan angkutan orang yang mudik jelang Ramadhan.
“Banyak orang hendak pulang kampung, jadi kapal mengurangi muatan rumput laut,” ungkap Supardi.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Rumput Laut