Paus Benediktus XVI Tutup Usia

Paus Benediktus XVI saat melaksanakan audiensi mingguannya pada 2011 lalu di Lapangan Santo Petrus, Kota Vatikan, Vatikan. (GETTY IMAGES via BBC News Indonesia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Paus Benediktus XVI atau yang juga populer dengan nama Kardinal Joseph Ratzinger meninggal dunia pada usia 95 tahun, Sabtu (31/12/2022). Pada akhir Desember lalu, Paus Fransiskus mengatakan Benediktus XVI sakit parah dan meminta para peziarah di Vatikan untuk mendoakannya.

Benediktus XVI tutup usia hampir satu dekade setelah dia mengundurkan diri sebagai Paus karena kondisi kesehatannya memburuk, demikian dilaporkan BBC News Indonesia.

Dia memimpin Gereja Katolik selama kurang dari delapan tahun sampai 2013 – Paus pertama yang mengundurkan diri sejak Gregory XII pada 1415.

Dalam pernyataannya, Vatikan mengumumkan: “Dengan duka mendalam, saya menginformasikan kepada Anda bahwa Paus Emeritus, Benediktus XVI, meninggal dunia hari ini pada pukul 09.34 di Biara Mater Ecclesiae di Vatikan.

“Informasi selanjutnya akan diberikan sesegera mungkin.“

Menurut Vatikan, jenazah Paus Emeritus akan disemayamkan di Basilika Santo Petrus mulai 2 Januari 2023.

Pada akhir audiensi tahun ini, Paus Fransiskus meminta orang-orang untuk “melakukan doa khusus buat Paus Emeritus Benediktus”.

Vatikan mengatakan kesehatan mantan Paus itu mulai memburuk pada 29 Desember 2022.

“Bicaranya sudah lirih, tetapi dia menyimak percakapan Anda,” kata Paus Fransiskus kepada surat kabar Spanyol ABC.

Pada Agustus 2022 lalu, ketika Paus Fransiskus membawa para kardinal baru untuk menemui Benediktus di biara Mater Ecclesiae, Vatikan, Benediktus tampak lemah, tetapi dia menjabat tangan mereka semua dan berinteraksi dengan mereka.

Jauh sebelum itu, sekitar 2020, Benediktus mulai kesulitan berpidato. Di hadapan para kardinal, Benediktus mengatakan,  “Tuhan telah mengambil kemampuan pidato saya agar saya menghargai keheningan”.

Bagi Paus Fransiskus, pendahulunya itu tidak hanya seorang “santo“ yang memiliki kehidupan spiritual yang tinggi, tapi juga orang yang berpikiran jernih dan memiliki selera humor yang bagus.

Permintaan maaf terakhir

Pada awal 2022, tepatnya pada Februari, mantan Paus Benediktus XVI mengakui ada kesalahan dalam penanganan kasus pelecehan seksual saat dia menjadi uskup agung Munchen, Jerman, pada 1977 hingga 1982.

Dalam sebuah surat yang dirilis oleh Vatikan, mantan Paus itu meminta maaf atas “kesalahan yang menyedihkan”, tetapi dia membantah melakukan kesalahan pribadi.

Sebuah laporan ke Gereja Katolik menuduh dia gagal menindaklanjuti empat kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Laporan oleh sebuah firma hukum Jerman menyatakan pelecehan masih berlanjut di bawah masa jabatannya, dan para pendeta yang dituduh melakukan pelecehan tersebut tetap aktif menjalankan peran di gereja.

Dalam tanggapan pribadinya yang pertama atas laporan tersebut, Benediktus menulis, “Saya memiliki tanggung jawab besar di Gereja Katolik. Yang lebih besar adalah rasa sakit saya atas pelanggaran dan kesalahan yang terjadi di tempat-tempat berbeda selama saya menjalankan mandat.”

Dia menggambarkan tindakan terhadap korban pelecehan seksual sebagai “kesalahan yang paling menyedihkan“.

Paus Fransiskus menyapa Paus Emeritus Benediktus XVI dalam pertemuan dengan para Kardinal yang baru diangkat di Biara Mater Ecclesiae Vatikan pada 27 Agustus 2022. (GETTY IMAGES via BBC News Indonesia)

“Seperti dalam pertemuan-pertemuan itu, sekali lagi saya hanya bisa mengungkapkan kepada semua korban pelecehan seksual rasa malu saya yang mendalam, kesedihan saya yang mendalam dan permintaan tulus saya untuk pengampunan.

“Sebentar lagi, saya akan bertemu dengan hakim terakhir dalam hidup saya,” tambahnya.

Sebelum laporan itu dirilis pada Januari lalu, Paus Benediktus membantah pernah menghadiri pertemuan pada 1980 tentang kasus pelecehan seksual, ketika dia menjadi uskup agung Munchen.

Namun setelah laporan itu dirilis, Paus Benediktus mengatakan dia memang menghadiri pertemuan itu. Sekretaris pribadinya saat itu, Uskup Agung Georg Ganswein, mengatakan pernyataan absen sebelumnya merupakan kekhilafan dalam pengeditan pernyataan yang dirilis saat itu dan tidak ada maksud buruk.

Paus Benediktus merujuk hal ini dalam suratnya, menyatakan bahwa dia merasa sangat terluka karena kekeliruan itu digunakan “untuk meragukan kejujurannya dan bahkan mengecapnya pembohong”.

Kasus pelecehan mewarnai kariernya

Benediktus XVI adalah salah satu Paus baru tertua dalam sejarah, ketika dia terpilih pada 2005. Pada saat itu usianya 78 tahun.

Nama populernya adalah Kardinal Joseph Ratzinger. Dia adalah orang kepercayaan Paus Johanes Paulus II.

Saat Benediktus mengambil alih kepemimpinan pada beberapa dekade lalu, Gereja Katolik sedang menghadapi masalah terbesarnya, yaitu skandal pelecehan seks anak yang dilakukan para pendeta.

Banjir tuduhan, tuntutan hukum, dan laporan resmi atas pelecehan yang dilakukan para pendeta, mencapai puncaknya pada 2009 dan 2010.

Dua laporan pada 2009 merinci banyaknya kasus pedofilia dan Gereja Irlandia yang menutup-nutupi kasus pedofilia.

Paus Benediktus XVI, menghadapi kritik keras atas skandal pelecehan seks Gereja Katolik Roma. (GETTY IMAGES via BBC News Indonesia)

Klaim yang paling merusak bagi Gereja adalah pernyataan yang menyebut keuskupan lokal – atau bahkan Vatikan sendiri – terlibat dalam menutupi banyak kasus, selalu mengelak ketika membicarakan hukuman para pendeta pedofil, dan terkadang memindahkan mereka ke posisi baru, di mana mereka masih melakukan pelecehan.

Ketika beberapa tokoh senior Vatikan awalnya mengecam media atau menuduh ada konspirasi anti-Katolik, Benediktus bersikeras bahwa Gereja bertanggung jawab atas kasus-kasus itu, menyebutnya sebagai “dosa di dalam Gereja”.

Benediktus mengeluarkan permintaan maaf, yang belum pernah dilakukan sebelumnya, kepada para korban, menjelaskan bahwa uskup harus melaporkan pelecehan, dan memperkenalkan aturan jalur cepat untuk memecat pendeta yang kejam.

Kritikus mengatakan dia tidak memahami keseriusan kasus-kasus pelecehan itu, membiarkan kasus-kasus itu berlarut-larut, tanpa diberikan perhatian yang tepat.

Namun, para pendukungnya mengatakan apa yang dilakukan Benediktus dalam menghadapi kasus pelecehan, lebih dari yang dilakukan Paus-paus lainnya.

Akhirnya terungkap, pada 2011 dan 2012 Benediktus memecat hampir 400 pendeta.

Kebocoran dokumen yang memalukan

Benediktus digambarkan oleh orang-orang yang mengenalnya sebagai orang yang santai, dengan sikap yang lembut dan rendah hati, tetapi memiliki moral yang kuat.

Seorang kardinal menyebutnya “pemalu tapi keras kepala”.

Kardinal Cormac Murphy O’Connor, mantan kepala Gereja di Inggris dan Wales, menilai Benediktus “sangat sopan” dan memiliki banyak bakat, tetapi tidak termasuk bakat dalam masalah administrasi.

Kebocoran dokumen yang memalukan, yang mengungkap korupsi, ketidakberesan manajemen, dan konflik internal di Vatikan, yang menyebabkan pembantu dan asisten pribadinya dihukum.

Dokumen yang dibocorkan ini termasuk surat kepada Paus dari duta besar Vatikan untuk Washington tentang tuduhan nepotisme dan korupsi di kalangan Vatikan.

Satu dokumen menyebut tentang memo yang mengkritik Kardinal Tarcisio Bertone, orang nomor dua Paus, dan laporan tentang pembayaran gelap oleh Bank Vatikan.

Kejadian itu memberi kesan buruk tentang perebutan kekuasaan di Takhta keuskupan nomor satu dalam Gereja Katolik.

Paus Benediktus XVI memimpin audiensi umum terakhirnya sebelum menanggalkan jabatannya sebagai Paus pada 2013 di Kota Vatikan, Vatikan. (GETTY IMAGES via BBC News Indonesia)

Dari tawanan perang menjadi dosen

Joseph Ratzinger lahir dalam keluarga petani tradisional Bavaria pada 1927, meskipun ayahnya adalah seorang polisi.

Dia merupakan orang Jerman kedelapan yang menjadi Paus. Benediktus bisa berbicara banyak bahasa dan menyukai Mozart dan Beethoven.

Ketika usianya 14 tahun, dia bergabung dengan Pemuda Hitler, program paramiliter yang didirikan oleh Partai Nazi, khusus untuk kaum pemuda.

Perang Dunia II membuat studinya di seminari Traunstein terhenti ketika dia direkrut menjadi unit antipesawat di Munich.

Dia meninggalkan militer Jerman menjelang akhir perang dan sempat ditahan sebagai tawanan perang oleh Sekutu pada 1945.

Pandangan konservatif dan tradisionalis Benediktus diperkuat oleh pengalamannya pada masa liberal 1960-an.

Dia mengajar di Universitas Bonn sejak 1959. Pada 1966, Benediktus mengambil memimpin jurusan teologi dogmatis di Universitas Tuebingen.

Namun, dia terkejut dengan prevalensi Marxisme di antara murid-muridnya.

Dalam pandangannya, agama ditundukkan pada ideologi politik yang dia anggap “tirani, brutal, dan kejam”.

Kemudian, dia menjadi juru kampanye terkemuka melawan teologi pembebasan, gerakan yang melibatkan Gereja dalam aktivisme sosial, yang baginya terlalu dekat dengan Marxisme.@

Tag: