Pedagang Rombengan Nunukan Belum Punya Rencana Ganti Usaha

Pusat penjualan pakaian impor bekas atau rombengan di pasar baru Nunukan. (foto : Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Sejumlah pedagang pakaian bekas impor atau rombengan di Pasar Baru Kecamatan Nunukan, mulai menghentikan order permintaan ballpress untuk stok yang biasanya didatangkan dari Tawau, Sabah, Malaysia.

“Kemarin kita sudah rapat bersama Pemerintah Nunukan, kami diminta stop memperjual belikan pakaian bekas impor,” kata Iwan salah pedagang di pasar Baru Nunukan pada Niaga.Asia, Rabu (12/04/2023).

Iwan menggeluti usaha perdagangan pakaian bekas impor sejak 30 tahun lalu. Usahanya merupakan turun temurun dari orang tua. Pria berusia 40 tahun ini mengaku belum memiliki rencana ganti usaha.

Meskin pemerintah menawarkan pinjaman modal lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR), Iwan masih berpikir apakah mengambil pinjaman untuk membuka usaha baru sebagaimana solusi ditawarkan pemerintah.

“Saya habiskan dulu stok ini, nantilah kita pikirkan mau usaha apalagi. Yang pasti keluarga kami tetap harus makan setiap hari,” sebutnya.

Bisnis pakaian bekas impor menjadi icon bagi perbatasan Kabupaten Nunukan. Tidak sedikit tamu-tamu dari luar daerah datang mengunjung toko-toko tempat penjualan barang rombengan baik sepatu, baju, celana, tas dan barang luar negeri lainnya.

Bersamaan semakin terkenalnya barang rombengan, jumlah pedagang semakin banyak, tidak sedikit orang-orang yang datang ke pusat perbelanjaan pakaian impor di pasar baru membeli barang untuk dijual kembali.

“Penghasilan semakin menurun semakin banyak penjual rombengan, kalau dulu bisa dapat Rp 10 juta per bulan, sekarang paling Rp 5 juta per bulan,” sebutnya.

Larangan perdagangan pakaian bekas akan menghilangkan ciri khas kota Nunukan, sejak tahun 80 an, tamu-tamu datang ke Nunukan berburu pakaian impor yang menurun mereka harga murah dengan kualitas baik.

Iwan menuturkan, penduduk Indonesia memiliki kebiasan hidup dengan perhitungan ekonomi sangat ketat yakni mendapatkan harga murah dengan kualitas tinggi, kebiasan ini sangat cocok dengan pakaian bekas impor.

“Ciri khas orang kita ini selalu ingin harga murah, barang bagus, kalau bisa banyak-banyak dapatnya,” tuturnya sambil tertawa.

Tidak berbeda Iwan, pedagang pakaian bekas lainnya Dewi yang telah berjualan pakaian bekas 4 tahun lalu mengaku pasrah dengan keputusan pemerintah melarang masyarakat berdagang rombengan.

“Saya kemarin tidak ikut rapat, tapi kata teman-teman kami diminta menghabiskan barang, setelah itu dilarang berjualan lagi,” sebutnya.

Dewi mengaku harga tiap ball atau karung pakaian bekas bervariasi antara Rp 5 juta sampai Rp 7 juta, semakin mahal barang semakin baik pula barang, bahkan ada barang kualitas terbaik dengan harga lebih tinggi lagi.

harga pakaian impor yang baru dibuka dari karung akan dijual lebih mahal dibandingkan barang yang telah lama dibuka, biasanya pakaian baru dijual antara Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu, sedangkan pakaian lama Rp 50 ribu.

“Penghasilan saya di pasar baru sekitar Rp 5 juta per bulan, tapi kami malam hari jualan juga di Jalan Lingkar, disana agak baik penjualan bisa dapat Rp 10 juta per bulan,” katanya.

Dewi telah menghentikan order barang baru dan hanya menjual stok sisa pembelian bulan- terdahulu. Dirinya juga tidak mengetahui sampai kapan barang – barang tokonya habis terjual.

“Pemerintah tidak membatasi waktu stop berjualan rombengan, tapi melarang mendatangkan barang baru,” ungkapnya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan

 

Tag: