Pembangunan Infrastruktur Pendidikan SMAN/SMKN di Kaltim Perlu Dipetakan Ulang

aa
H Agus Suwandy. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pembangunan sekolah baru, ruang kelas belajar, perpustakaan, dan laboratorium, prasarana dan sarana pendukung (infrastruktur) pendidikan SMAN/SMKN yang berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi  Kalimantan Timur (Kaltim) perlu dipetakan ulang dan diserasikan dengan pembangunan infrastruktur pendidikan SMPN yang berada di bawah kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kaltim dan penggunaan ruang wilayah untuk permukiman.

“Pemetaan ulang ini diperlukan agar kesenjangan yang ada sekarang ini bisa diatasi dan meringankan beban masyarakat yang anak-anaknya ingin memasuki jenjang SMAN/SMKN,” kata anggota Komisi III DPRD Kaltim, H Agus Suwandy dalam bincang-bincang dengan Niaga.Asia.

Pemetaan ulang pembangunan infrastruktur SMAN/SMKN di Kaltim ini sangat penting dalam rangka meningkatkan pemerataan pendidikan dan kualitas lulusannya, serta menyesuaikan dengan keinginan lulusan SMP.

“Seharusnya pembangunan infrastruktur pendidikan SMAN/SMKN didahului dengan survei di kalangan pelajar SMP, sehingga diketahui apakah mereka ingin melanjutkan pendidikan ke SMA atau ke SMK,” kata Agus lagi.

Pembangunan infrastruktur pendidikan SMAN/SMKN juga perlu diserasikan dengan  pembangunan infrastruktur pendidikan SMPN yang berada di bawah kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kaltim dan penggunaan ruang wilayah untuk permukiman.

Penyerasian ini penting agar lokasi dimana SMAN/SMKN dibangun atau RKB-nya ditambah, berkesesuain dengan keberadaan SMPN dan ruang wilayah yang ditetapkan pemerintah kabupaten/kota.

“Jangan sampai SMAN/SMKN dibangun di ilir, padahal calon muridnya banyak tinggal di ulu,” ujar Agus memberi perumpamaan.

Koordinasi dan komunikasi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim dengan bupati/wali kota, sangat diperlukan dalam memajukan penyediaan infrastruktur pendidikan, termasuk dalam penyediaan tanah untuk pembangunan sekolah.

“Perlu ditetapkan pembagian tanggung jawab dalam membangun sekolah baru, misalnya anggaran untuk bangunan dari provinsi, tapi pengadaan tanah oleh kabupaten/kota. Ini diperlukan agar provinsi bisa cepat membangun sekolah yang diperlukan suatu kabupaten/kota,” tegasnya.

Menurut Agus, dengan alokasi anggaran 20% dari APBD Kaltim, atau rata-rata Rp3 triliun tiap tahunnya, logikanya sudah banyak kemajuan dicapai di bidang pendidikan, tidak ada lagi ribut-ribut soal daya tampung sekolah terbatas, tapi karena pembangunan pendidikan tak didasarkan pada perencanaan yang baik, bukan hasil survei atau penelitian, masalah pendidikan dan  kualitasnya tak beranjak naik.

“Lulusan SMA/SMK masih penyumbang pengangguran,” ucapnya.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan