
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Timur (Disdikbud Kaltim), Surasa, mengatakan, pembelajaran English for Specific Purposes (ESP) atau bahasa Inggris dengan tujuan khusus di sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) masih minimnya.
“Jarang sekali kita, terutama dalam konteks sekolah vokasi, bisa mengajarkan bahasa Inggris dengan tujuan khusus. Sekolah-sekolah, baik umum maupun vokasi, memang memberikan pelajaran bahasa Inggris, tapi kurikulumnya belum sampai ke tahap English for Specific Purposes,” ujarnya di SMKN 8 Samarinda, Jumat (2/5).
Kebutuhan dunia kerja yang semakin spesifik menuntut pembelajaran bahasa asing yang kontekstual dan sesuai dengan bidang keahlian siswa. Sehingga, ESP sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahasa di tiap bidang kerja yang berbeda-beda.
Penggunaan bahasa Inggris di dunia transportasi tentu berbeda dengan bahasa Inggris di bidang teknik, perhotelan, boga, maupun pariwisata. Karena itu, lanjut Surasa, pendekatan pembelajaran juga harus berbeda, tidak bisa disamaratakan dengan pendekatan umum berbasis tata bahasa semata.
“Pembelajaran bahasa Inggris di SMK harus menyiapkan life skill siswa. Jadi bukan cuma grammar, tapi juga bagaimana mereka bisa menggunakan bahasa Inggris secara praktis dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja masing-masing,” jelasnya.
Di Provinsi Kaltim, saat ini terdapat 219 SMK yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota. Surasa menyebutkan bahwa seluruh sekolah ini secara kurikulum diwajibkan memberikan pelajaran bahasa Inggris. Namun tegas dia, implementasi pembelajaran berbasis ESP masih sangat terbatas.
“Secara tidak langsung, 219 SMK yang ada itu menerapkan bahasa Inggris karena bagian dari kurikulum. Tapi belum semuanya sampai ke tahap ESP. Karena, seperti saya sampaikan tadi, bahasa Inggris untuk SMK Boga tentu beda dengan Teknik atau Pariwisata,” terangnya.
Selain tantangan pada kurikulum, Surasa juga mengakui bahwa masih ada keterbatasan dari sisi tenaga pendidik. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas, guru-guru bahasa Inggris di SMK belum sepenuhnya siap untuk mengajarkan ESP secara optimal.
“Tentu dari sisi guru, kita belum pada taraf sempurna. Tapi bukan berarti kita diam dan tidak melakukan apa-apa. Meskipun kualitas dan kuantitas guru belum ideal, langkah konkret tetap dilakukan oleh sejumlah SMK yang sudah mulai menerapkan pembelajaran ESP ini. Dan itu patut kita apresiasi,” tegasnya.
Surasa berharap ke depan ada dukungan lebih besar dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan industri, untuk mendorong penguatan kurikulum bahasa Inggris berbasis kebutuhan spesifik. Dengan demikian, lulusan SMK dapat lebih siap menghadapi tantangan global dan dunia kerja yang terus berkembang.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim
Tag: SMK