Pemda di Kaltim Perlu Konsisten Mengatasi Masalah yang Berkontribusi Terjadinya Stunting

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, DR. dr. Jaya Mualimin. (Foto Diskominfo Kaltim).

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemerintah di daerah Kaltim (Pemda Provinsi, dan 10 Pemerintah Kabupaten dan Kota)  di Kaltim perlu konsisten mengatasi masalah yang berkontribusi pada terjadinya stunting agar pravelensi stunting sebesar 2,9% per tahun, sehingga bisa mencapai target 14% persen di tahun 2024.

Kerja keras diperlukan karena penyebab balita kurang gizi dan gizi buruk (stunting-wasting) karena benar-benar kurang gizi sebetulnya di Kaltim hanya 7,1%, sisanya sebagain besar karena  kontribusi kesehatan ibunya, pertama; sebelum hamil sudah mengidap anemia, terlalu remaja jadi ibu, wanita  yang saat remaja mengidap anemia pada saat masa subur potensial lahirkan bayi stunting.

Kedua; Ibu hamil tapi saat bersalin mengidap anemia, KEK (Kekurangan Energi Kronis) atau  kekurangan energi yang memiliki dampak buruk terhadap kesehatan ibu dan pertumbuhan perkembangan janin, dan hamil dengan resiko kompilakasi.

Faktor yang ketiga, penyebab balita stunting adalah bayi lahir prematur,berat badan rendah, panjang badan saat lahir kurang dari 48cm, balita diare, balita pneumonia.

“Jadi untuk menurunkan stunting secara permanen, kita perlu kerja keras menurunkan stunting dimulai dari seorang ibu sebelum hamil, saat hamil, sebelum bersalin. Setelah lahir menjamin asupan gizinya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, DR. dr. Jaya Mualimin, pada Niaga.Asia, Sabtu (04/02/2022).

Pada tahun 2022 angka pravelensi stunting 19,8%. Pada tahun 2023 ditargetkan  pravelensi stunting di Kaltim turun pada angka 16,9% dan tahun di akhir 2024 jadi 14%.

Berdasarkan Hasil Survei Terkait Masalah Gizi Balita di Kaltim 2018-2021, menurutt Jaya, pada tahun 2021 sudah terdapat penurun signifikan pravelensi balita stunting. Rinciannya prevelnsi balita stunting di Paser 2021 sebesar 23,6%, Kutai barat (15,8%), Kutai Kartanegara (26,4), Kutai Timur (27,5%), Berau (25,7%), Penajam Paser Utara (27,3%), Mahulu (20,3), Balikpapan (17,6%), Samarinda (21,6%), Bontang (26,3%), dan untuk Kaltim secara kumulatif 22,8%.

“Dibandingkan provinsi lain di Kalimantan, angka prevalensi stunting Kaltim 22,8% itu termasuk yang tertinggi di Kalimantan, kita kalah sama Provinsi Kalimantan Utara,” ungkap Jaya.

Sedangkan angka perevelensi Balita kurang berat badan dari yang seharusnya di Kaltim tahun 2018-2021 menunjukkan angka terus meningkat, dari 14,7%  pada tahun 2018, naik jadi 16,2% pada tahun 2019, dan terakhir pada tahun 2021 tak ada perubahan, tercatat 16,2% juga sama dengan tahun 2019.

Sedangkan angka perevelensi Balita wasting (Wasting adalah kondisi ketika berat badan anak menurun, sangat kurang, atau bahkan berada di bawah rentang norma) di Kaltim tahun 2018-2021 menunjukkan angka terus meningkat, dari 7,57%  pada tahun 2018, tutun jadi 7,3 pada tahun 2019, dan terakhir pada tahun 2021 naik jadi 8,1%.

“Hasil sementara SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) Tahun 2022 di Kaltim menunjukkan hubungan yang kuat antara  underweight dengan wasting. Bila underweight dan wasting turun, stunting akan turun,” papar Jaya.

Estimasi jumlah kasus stunting menurut kabupaten/kota di Kaltim jumlahnya 70.523 balita. Berada diurutan terbanyak, Kutai Kartanega, Samarinda, Kutim, dan Balikpapan. Sedangkan kabupaten/kota terkecil adalah Mahulu, Kubar, dan Penajam Paser Utara. (lengkapnya lihat tabel)

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim.

Menurut Jaya, untuk mengatasi masalah stunting di Kaltim, karena penyebabnya tidak hanya kurang asupan gizi setelah bayi lahir, tapi sejak seseorang menjadi calon ibu sudah harus memperhatikan  kondisi kesehatannya, diperlukan kerja sama lintas instansi pemerintah, contohnya dalam hal ini bagaimana menyiapkan anak di bawah umur, tapi terpaksa nikah, mengerti menjaga kesehatndirinya dan kesehatan bayi yang dikandungnya.

Ujung tombak yang Pemprov Kaltim andalkan mengatasi stunting, menurut Jaya adalah Posyandu dan Faskes I atau 188 Puskesmas yang ada di kabupaten/kota. Posyandu harus diaktifkan lagi secara konsisten meberikan  layanan plus penyuluhan terkait stunting pada ibu-ibu muda.

“Begitu pula dengan Faskes Puskemas yang berada paling dekat dengan masyarakat, harus lebih aktif juga memberikan panduan ke ibu-ibu hamil agar anak yang dikandungnya tidak stunting,” sambungnya.

Kemudian, untuk mengatasi masalah stunting ini, Pemprov Kaltim juga telah bekerjasama dengan Kodam VI/Mulawarman, sehingga dapat bantuan tenaga dari TNI. Informasi terbaru, Polri juga telah bekerja sama dengan BKKBN, sehingga di daerah nanti juga ada bantuan tenaga dari Polri kepada tenaga kesehatan daerah dalam memberikan layanan mengatasi masalah stunting.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan.

Tag: