Pemerintah Atur Ketat Kelola Elpiji Subsidi, Tahun 2023 Subsidi BBM dan LPG 3 Kg Rp95,6 Triliun

LPG Subsidi. (Foto Kementerian ESDM)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Distribusi Liquified Petroleum Gas (LPG) atau elpiji 3 Kg perlu penataan ulang. Selama tujuh tahun terakhir, konsumsi komoditas energi ini secara ajek merangkak naik. Melesat hingga 2,9 juta metrik ton (MT).

Dari awalnya terdistribusi 6,29 juta MT pada tahun 2017, sekarang mencapai angka 8,0 juta MT di tahun 2023. Serapan ini lebih sedikit di atas kouta elpiji subsidi yang dipatok di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu 8,05 juta MT.

Sayangnya, tren peningkatan konsumsi ini tidak menyentuh sasaran utama. Pola distribusi terbuka membuka ruang bagi semua kalangan masyarakat mudah memperoleh komoditas bersubsidi ini. Apalagi masyarakat terlanjur mengenal elpiji 3 Kg lebih praktis dan kompetitif. Padahal peruntukan awal hanya bagi rumah tangga miskin, usaha mikro-kecil (UKM), nelayan, dan petani sasaran. Kondisi tersebut kian membebani belanja negara.

Sepanjang 2023, butuh dana sebesar Rp95,6 triliun untuk menjaga daya beli masyarakat agar bisa mengakses Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 3 Kg. Pemerintah pun kembali mengalokasikan Rp113,3 triliun untuk kedua subsidi tersebut di tahun 2024.

“Harus ada kebijakan pemerintah bagaimana bisa mengoptimalkan subsidi ini diterima dengan baik untuk masyarakat,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Jakarta, Senin (15/1).

Pembenahan distribusi kini sudah mulai dilakukan. Pemerintah mengubah aturan. Menggeser penyaluran elpiji subsidi dari berbasis komoditas ke penerima manfaat. Praktisnya, per 1 Januari 2014 hanya pengguna terdaftar saja yang diperbolehkan membeli elpiji 3 Kg. Status data bisa diperiksa melalui Nomor Induk Penduduk (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Penyesuaian data konsumen elpiji 3 Kg berbasis sistem Merchant Apps Lite (MAP Lite) sendiri tengah dijaring sejak 1 Maret 2023, termasuk dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) desil 1 s.d 7.

“Sistemnya sudah siap. Sekitar 189,2 juta NIK sudah terdaftar dan terverifikasi sekitar 31,5 juta NIK,” jelas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji pada Selasa (16/1).

Mempertimbangkan kesiapan data, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Mustika Pertiwi memperbolehkan konsumen yang berlum terdata melakukan transaksi pembelian elpiji 3 Kg setelah melakukan pendaftaran on the spot di subpenyalur atau pangkalan resmi. Bahkan Kementerian ESDM mengusulkan agar pengecer bisa diangkat menjadi subpenyalur.

“Diatur saja jaraknya, misal tiap 1 kilometer itu, ada 1 pangkalan,” sambungnya.

Mustika mengakui model pendataan sebaiknya dilakukan di subpenyalur/pangkalan resmi. Sehingga pendataan itu tidak sampai ke level pengecer. Terlebih kerap kali pengecer membeli dalam jumlah besar. Hal ini yang memungkinkan semua pembeli tidak terekam datanya.

“Misalnya 10 tabung, maka dia mengurangi hak konsumen akhir untuk membeli langsung di pangkalan. Jadi ini yang harus diatur,” tuturnya.

Dari sisi infrastruktur teknologi, pencatatan manual melalui logbook juga menjadi tantangan. Kondisi ini mendorong pemerintah memperpanjang tenggat waktu pendataan hingga akhir Mei 2024.

“Kita lihat nanti progresnya seperti apa. Kita akan evaluasi. Intinya, jangan sampai nanti terjadi kelangkaan di lapangan,” ungkap Mustika.

Pemerintah pun masih memberi opsi lain. Subpenyalur boleh menjual elpiji ke pengecer maksimum 20% dari alokasi subpenyalur per bulan sesuai Surat Dirjen Migas ke Pertamina. Kendati demikian, pasokan elpiji 3 Kg di masing-masing pengecer dibatasi.

“Ini untuk memaksimalkan subsidi tepat sasaran,” jelas Mustika.

Agar kebijakan ini lebih aplikatif, pemerintah bersama PT Pertamina Patra Niaga gencar sosialisasi di berbagai daerah. Termasuk memberikan pelatihan kepada petugas di lapangan. Mereka akan dibekali software sederhana pada telepon selular (HP) untuk mendata pembeli elpiji. Keterlibatan badan usaha dalam menjaga kebijakan berjalan telah diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jendreal Minyak dan Gas Bumi.

“Pemerintah meminta Pertamina turut mengawal kebijakan ini sampai ke level konsumen akhir (end user),” tegas Tutuka.

Sumber: Biro KLIK Kementerian ESDM | Editor: Intoniswan

Tag: