Pemerintah Tata Kembali Sektor Logistik Melalui Pembangunan NLE

Ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Pemerintah membuat terobosan untuk mengefisienkan biaya logistik dengan menata kembali sektor logistik, salah satunya melalui pembangunan National Logistics Ecosystem (NLE)/ Ekosistem Logistik Nasional. NLE merupakan sebuah platform digital layanan logistik dari hulu (kedatangan kapal) hingga hilir (warehouse/pabrik) dengan  memfasilitasi kolaborasi Kementerian/Lembaga, perusahaan terkait, serta pelaku logistik.

Dengan adanya kolaborasi digital dalam satu platform yakni NLE, pemerintah memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antardaerah dalam satu pulau, maupun antarpulau. Penataan NLE diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional serta didukung dengan program Strategi Nasional pencegahan Korupsi (Stranas PK).

Hingga saat ini, NLE telah diterapkan pada 14 pelabuhan dan ke depan akan diperluas ke 34 pelabuhan serta 12 bandara. Sementara tercatat lebih dari 15 K/L dan lebih dari 50 platform logistik yang telah berhasil diintegrasikan melalui Indonesia National Single Window (INSW) ke dalam platform NLE di bawah pengelolaan LNSW Kementerian Keuangan.

Pembenahan layanan logistik melalui NLE melingkupi 4 (empat) pilar yaitu simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah, kolaborasi platform logistik (penyedia transportasi, shipping, gudang, dsb), kemudahan pembayaran, dan tata ruang kepelabuhan.

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus memandang langkah pemerintah dalam meningkatkan logistic performance index (LPI) dengan cara membangun ekosistem sudah tepat.

“Jadi dalam menciptakan ekosistem logistik ini sangat baik ya. Artinya tidak hanya dalam satu aspek saja yang dibangun tapi menyeluruh, lebih komprehensif,” ucap Heri.

Senada, Wakil Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Beny Syamrizal menyebut pemanfaatan platform logistik seperti NLE yang dilakukan secara daring dapat mengurangi hidden cost seperti untuk pengurusan Surat Penyerahan Peti Kemas (SP2) atau Tila (dokumen untuk mengeluarkan barang dari Pelabuhan).

Di sisi lain, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Hendri Ginting menjelaskan peran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai salah satu pemangku kepentingan NLE, yaitu mengintegrasikan sistem perizinan dan layanan ekspor, impor dan logistik di lingkungan kerja Kemenhub dengan sistem NLE melalui INSW. Kemenhub juga bertugas melakukan penataan tata ruang kepelabuhanan dan jalur distribusi barang.

Untuk itu, Kemenhub telah mengintegrasikan aplikasi Inaportnet pada aplikasi Single Sub-Mission (SSM) Pengangkut yang dikembangkan oleh INSW. Aplikasi Inaportnet mengkolaborasikan beberapa pemangku kepentingan lain seperti Bea Cukai, Imigrasi, dan Kesehatan Pelabuhan. Inputan pada front end di SSM Pengangkut akan diteruskan ke masing-masing K/L untuk dilakukan approval Kemenhub.

“Ini mempermudah perusahaan pelayaran untuk melakukan input data kedatangan dan keberangkatan kapalnya. Baik untuk kapal asing maupun kapal Indonesia yang akan keluar negeri,” tutur Capt. Hendri.

Capt. Hendri juga menjelaskan, digitalisasi layanan dan penataan ulang pelabuhan juga menjadi bagian dari reformasi birokrasi pelabuhan guna memangkas biaya logistik.

“Dengan adanya digitalisasi diharapkan dapat mendukung transparansi proses yang sedang berjalan, mengurangi tatap muka sehingga meminimalisir adanya pungli di pelabuhan dan juga efisiensi dan efektivitas waktu di Pelabuhan,” jelas Capt. Hendri.

Selain itu, Capt. Hendri juga menyebut implementasi NLE membutuhkan persiapan matang serta payung hukum yang kuat agar tidak terjadi pelanggaran di lapangan, baik dari sisi regulator maupun dari sisi pengguna jasa. Namun ia berharap, agar implementasi NLE dapat berkesimbungan dan tidak berhenti saat semua target telah tercapai.

“Hal ini perlu kehati-hatian supaya tidak merugikan para pengguna jasa di pelabuhan. (Apabila) salah saat implementasi maka kapal akan tertahan di pelabuhan dan dapat menimbulkan demurrage (biaya kelebihan waktu berlabuh) yang merugikan bagi para perusahaan pelayaran” ungkap Capt. Hendri.

Sementara, Beny menyampaikan harapannya agar sosialisasi pemanfaatan platform NLE dapat terus dilakukan ke seluruh perusahaan dan pelaku logistik. Dengan begitu proses ekspor impor akan semakin mudah dan efisien karena bisa diakses hanya dengan satu platform.

“Menurut saya sih dengan adanya NLE ini bagus ya. Karena kita lihat 60% pergerakan barang berpusat di Pulau Jawa, terus 20% di Sumatera, sisanya daerah lain. Di Indonesia, Jakarta sendiri aja mencatat sekitar lebih dari 7 juta shipment setiap harinya. Sehingga kalau seluruh pelaku bisnis di sektor logistik juga mau beradaptasi menggunakan teknologi dalam efisiensi, pengiriman, tentu itu akan sangat membantu banget,” ujar Beny.

Ia juga berharap, fitur-fitur layanan NLE bisa terus disempurnakan, termasuk publikasi informasi prosedur layanan seperti perizinan ekspor impor. Begitu juga dengan optimalisasi antarmuka platform dan aspek keamanan data. Sehingga pelaku logistik makin terdorong bekerja melalui platform NLE.

Sumber: Biro KLI Kementerian Keuangan | Editor: Intoniswan

Tag: