Penanganan Kemiskinan Stagnan, Lima Tahun Hanya Berkurang 220 Ribu

Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. Foto: Munchen/nr

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menilai penanganan kemiskinan di Indonesia cenderung stagnan. Hal tersebut diungkapkannya merujuk pada perbandingan jumlah penduduk miskin pada September 2022 (26,36 juta orang) dan September 2017 (26,58 juta orang). Sehingga, selisih penurunan penduduk miskin lima tahun hanya 220 ribu orang.

“Jika dibandingkan dengan September tahun 2017, jumlah penduduk miskin sebesar 26,58 juta orang setara dengan 10,12 persen. Artinya, perubahannya hanya sekitar 220 ribu orang saja, angkanya tidak terlalu signifikan,” ungkap Anis dalam keterangan tertulisnyaJumat lalu.

Merujuk pada situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin pada September 2022 mencapai 26,36 juta orang atau 9,57 %. Angka ini meningkat 0,20 juta orang dibandingkan Maret 2022 dan menurun 0,14 juta orang terhadap September 2021 (yoy).

Terkait dengan stagnasi penanganan kemiskinan tersebut, Politisi Fraksi PKS ini menyoroti ketiadaan program yang terpusat pada satu lembaga. Selain itu, menurutnya, akurasi data juga masih menjadi persoalan mendasar yang dihadapi dalam pemberian bantuan atau penyaluran program.

“Program pengentasan kemiskinan tidak terpusat pada satu lembaga yang setara dengan kementerian atau lembaga khusus yang langsung dipimpin oleh Presiden. Hal ini berdampak terhadap proses koordinasi dan pencapaian target pengurangan angka kemiskinan. Masih banyak terdapat exclusion error dan inclusion error dalam data perlindungan sosial sehingga tidak tepat sasaran,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan negara (BAKN) DPR RI ini menjelaskan bahwa kemiskinan didominasi oleh persoalan struktural. Kelompok ini terdiri dari para petani yang tidak memiliki tanah pribadi atau petani dengan kepemilikan lahan yang kecil. Sehingga, hasilnya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, buruh yang tidak memiliki skill atau keahlian yang dikenal dengan sebutan unskilled labour.

“Adanya struktur sosial masyarakat yang tidak memiliki akses atau mobilitas vertikal untuk menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata, menjadi persoalan tersendiri,” kata Legislator Dapil DKI Jakarta I itu.

Anis juga menegaskan bahwa kemiskinan mendapatkan perhatian secara fundamental dari negara. Hal tersebut termaktub pada pasal 34 Ayat 1-4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun isi dari pasal tersebut adalah, satu, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara; dua, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; tiga, negara bertanggung-jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak; empat, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Adapun undang-undang yang khusus mengatur tentang Penanganan Fakir Miskin adalah UU nomor 13 Tahun 2011.

Dalam aturan itu, juga disebutkan bahwa, satu, penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara; Dua, Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: