
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dugaan penyerobotan lahan masyarakat atas nama Sutarno oleh perusahaan tambang batubara PT Insani Bara Perkasa (IBP) bergulir ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Di gedung E DPRD Kaltim, Senin (26/5/2025).
RDP ini dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPRD kaltim, Agus Suwandy dan dihadiri dua anggota komisi I yaitu Safuad dan Didik Agung Eko Wahono, perwakilan dari PT PT Insani Bara Perkasa (IBP) dan pemilik Lahan , Sutarno, dan saksi lahan, Sadirun.
Lahan yang disengketakan seluas 4 hektare, berlokasi di RT 27 Kelurahan Handil Bhakti, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda. Berdasarkan dokumen hukum, tanah tersebut telah bersertifikat hak milik (SHM) sejak 1992 dengan nomor SHM 603, 607, 608 dan 598.
Namun, pengakuan kepemilikan atas lahan tersebut diperdebatkan, karena PT IBP menyebut telah bekerja sama dengan pihak lain yang juga mengklaim lahan tersebut.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy, menjelaskan sudah ada upaya hukum sebelumnya, namun gugatan Sutarno ditolak oleh pengadilan.
“Antara Pak Sutarno sebagai pemilik lahan dengan pihak penggarap dari PT Insani, kita juga sudah libatkan BPN Samarinda dan Kukar. Memang gugatan Pak Sutarno sebelumnya ditolak pengadilan karena materi gugatannya dianggap tidak tepat,” kata Agus usai rapat.
Menurut Agus, bahwa pihaknya berupaya memediasi konflik antara Sutarno dan PT IBP dengan pendekatan dialogis.
“Karena tanah ini sudah bersertifikat, maka solusinya adalah negosiasi. Alhamdulillah, kedua pihak sudah sepakat untuk berunding, tinggal masalah harga yang belum cocok. PT Insani menawar Rp500 juta, sementara Pak Sutarno minta Rp1,2 miliar. Rencananya 2 Juni nanti kita fasilitasi lagi, bukan RDP tapi pertemuan negosiasi,” tambahnya.
Pemilik lahan, Sutarno, menyampaikan kronologi kejadian kepada DPRD. Ia menyebut aktivitas penambangan oleh PT Insani dimulai sejak 6 Juni 2023, tanpa adanya proses jual beli atau pemberitahuan terlebih dahulu.
“Saya punya sertifikat lengkap sejak 1992. Tanah itu ada tanam tumbuhnya, tidak ada bangunan, tapi kami kontrol secara berkala. Tiba-tiba, Juni tahun lalu, lahan saya mulai dikeruk PT Insani tanpa izin. Saya sudah lapor ke kelurahan, diarahkan ke BPN, dan akhirnya ke DPRD,” kata Sutarno.
Ia mengaku telah mencoba berkomunikasi dengan perusahaan, namun tidak mendapat respons memuaskan. Sutarno menyebut lahan miliknya kini sudah habis ditambang, bahkan menyisakan danau bekas galian.
“Yang jadi masalah, tanah saya sudah habis digarap. Mas hitamnya sudah diambil semua. Sekarang tinggal danau saja. Saya hanya minta ganti rugi yang wajar. Dulu tanah di sekitar situ dibayar Rp500 juta per hektare, saya siap turun ke Rp300 juta. Tapi tidak ada tanggapan. Ini sudah berjalan hampir dua tahun,” ujarnya.
Perwakilan PT Insani Bara Perkasa, Joni Piter, selaku Legal & Mitigasi perusahaan, menegaskan bahwa PT IBP tidak secara langsung memiliki lahan yang dimaksud.
Aktivitas tambang dilakukan berdasarkan kerja sama yang sah secara internal dengan seorang warga bernama Effendi, Ketua RT 27 Kelurahan Handil Bhakti, yang mengaku sebagai pemilik lahan berdasarkan SPPT tahun 2012.
“Kami punya izin PKP2B. Pada 15 Desember 2022 kami tandatangani kerja sama dengan Pak Effendi untuk menambang di lahan seluas sekitar 50 hektare. Dasar yang digunakan oleh Pak Effendi adalah SPPT,” kata Joni.
Menurut Joni, kegiatan tambang dimulai Maret 2023. Namun, pada Juni 2023 pihak kelurahan dan kecamatan menginformasikan bahwa ada warga bernama Sutarno yang mengklaim lahan di lokasi tersebut.
“Kami minta Pak Sutarno berikan titik koordinat lahannya. Setelah dicek, ternyata lokasinya masuk dalam area yang sudah kami kerjasamakan dengan Pak Effendi. Kami minta Pak Sutarno bicara langsung ke Pak Effendi,” jelas Joni.
Ia juga menyebut Sutarno tidak memasang patok batas dan belum memiliki nama SHM atas namanya sendiri. Perusahaan pun mengaku sudah memberikan kompensasi sebesar Rp4 miliar kepada Effendi untuk lahan 50 hektare.
“Sutarno lalu menggugat kami dan Pak Effendi ke Pengadilan Negeri Samarinda. Proses mediasi dilakukan, Pak Effendi sempat tawarkan Rp500 juta untuk 4 hektare, tapi ditolak. Pak Sutarno minta Rp200 miliar, lalu turun ke Rp150 miliar. Akhirnya, karena tidak ada titik temu, gugatan dinyatakan tidak diterima (NO),” ungkapnya.
Dalam rapat, hadir pula Sadirun, yang disebut sebagai saksi tanah. Ia mempertanyakan validitas SPPT Effendi yang dijadikan dasar kerja sama oleh PT Insani, padahal Sutarno memiliki sertifikat resmi.
“Bagaimana bisa dasar SHM dikalahkan oleh SPPT? Ini jadi preseden buruk. Sutarno jelas punya bukti kuat, tinggal bagaimana diselesaikan dengan adil,” tegas Sadirun.
Sadirun juga mengungkap bahwa dirinya sempat ditawari oleh PT Insani Rp150 juta untuk seperempat hektare lahan. Ia menyarankan agar Sutarno menurunkan permintaan ganti rugi ke Rp350 juta per hektare agar solusi bisa segera dicapai.
Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Pertanahan