SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kalimantan Timur sejak bulan Mei lalu sudah punya Peraturan Gubernur (Pergub)Nomor 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Tuberkulosis (TTBC). Pergub ini , karena masih baru, Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim perlu mesosialisasikan ke kabupaten/kota se- Kaltim.
“Tahun anggaran depan, sudah bisa kita masukkan ke dalam kegiatan, atau kita sosialisasikan,” kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kaltim, Fitnawati menjawab Niaga.Asia, Senin (21/10/2024).
Menurut Fitnawati, Pergub ini bisa menjadi alat untuk mengefektifkan penanggulangan TBC di Kaltim, dimana masih tercatat sebagai penyakit menular yang belum sepenuhnya bisa diatasi, karena diperlukan kerja sama dengan banyak pihak, terutama dengan pasin TBC itu sendiri.
“Pergub ini sebagai pedoman dalam Penanggulangan TBC secara efektif, efisien, komprehensif dan berkesinambungan di Daerah. Pergub ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penularan penyakit TBC agar tidak terjadi kesakitan, kematian dan kecacatan,” katanya.
Bulan Mei 2024, Dinas Kesehatan Kalimantan Timur memberikan pelatihan konseling penanganan Tuberkulosis Resistensi Obat (TBC-RO) bagi petugas kesehatan di 10 kabupaten/kota mulai hari ini hingga Rabu 8 Mei 2024, di Hotel Aston Samarinda. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan pasien dan memininalisir kasus TBC di tahun 2030.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, Jaya Mualimin menegaskan komitmen pemerintah untuk memberantas TBC RO di Kaltim.
“Komitmen dalam memberikan pendampingan pasien TBC RO ini, berdampak pada komitmen pasien untuk berobat sampai sembuh,” kata Jaya Mualimin, Senin (6/5/2024).
Diketahui, TBC RO merupakan infeksi Tuberkulosis yang menyerang tubuh, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang kebal akan obat akibat dari pengobatan yang tidak benar.
Selain itu, peran pendampingan keluarga pasien juga penting untuk mendukung semangat pasien, dalam menjalani pengobatan hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.
Berdasarkan data Dinkes Kaltim, di 2023 lalu ditemukan 87 pasien TBC RO di Kaltim. Sedangkan per 1 Mei 2024 sudah ada 24 pasien yang memulai pengobatan (enrollment) di triwulan II, yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Kaltim.
“Tentunya jumlah tersebut akan terus bertambah. Saat ini program TBC RO nasional di tahun 2024, sudah mengeluarkan panduan baru BPAL (Bedaquiline, Pretomanid, dan Linezolid) atau BPALM (Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid dan Moxifloxacin), dengan masa pengobatan 6 bulan,” ujar Jaya Mualimin.
Panduan BPAL/BPALM merupakan panduan obat yang digunakan untuk menginformasikan pengobatan TBC RO.
Oleh karena itu, lanjut Jaya, diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dalam penanganan kasus TBC di Kaltim. Sehingga, tingkat kesembuhan pasien TBC di Kaltim bisa mencapai target nasional 95 persen.
“Untuk mencapai target itu maka dibutuhkan upaya yang maksimal dari seluruh lintas sektor, termasuk dari Dinkes Kaltim,” jelas Jaya Mualimin.
Lebih lanjut, Jaya menekankan, selain melalui lintas sektor dan Dinkes Kaltim, tentunya peran Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Program Manajemen Tuberkulosis Resistan Obat (PMDT), dibantu kelompok Penyintas TBC Wadah Etam diperlukan untuk mengentaskan permasalahan TBC ini.
“Semua bersatu dalam upaya pemastian pasien berobat TBC RO, untuk berobat sampai sembuh,” demikian Jaya Mualimin.
Sebagaimana dijelaskan di Pasal 4 Pergub Nomor 19 Tahun 2024 ini, target program Penanggulangan TBC Daerah yaitu Eliminasi TBC pada tahun 2030. Indikator Eliminasi TBC sebagaimana dimaksud pada terdiri atas penurunan angka kejadian (incidence rate) TBC menjadi 65 (enam puluh lima) per 100.000 (seratus ribu) penduduk; dan penurunan angka kematian akibat TBC menjadi 6 (enam) per 100.000 (seratus ribu) penduduk.
Sedangkan strategi pencapaian Eliminasi TBC terdiri atas penguatan komitmen dan kepemimpinan Pemerintah Daerah; peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dan berpihak pada penderita; pengendalian faktor resiko TBC; peningkatan kemitraan TBC, peningkatan kemandirian masyarakat dalam Penanggulangan TBC; dan penguatan manajemen program.
Pada pasal 6 disebutkan, pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam melaksanakan Penanggulangan TBC. Penanggulangan TBC harus terintegrasi dengan penanggulangan program kesehatan terkait, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Penanggulangan TBC dilaksanakan melalui kegiatan: promosi kesehatan; surveilans TBC; pengendalian faktor risiko; penemuan kasus TBC; penanganan kasus Tuberkolosis; pemberian kekebalan; dan pemberian obat pencegahan.
Eliminasi TBC di Daerah diwujudkan melalui serangkaian kegiatan: mendorong penyelenggaraan Penanggulangan TBC berbasis kewilayahan berjalan secara optimal; mendorong pengembangan DPPM di setiap kabupaten/kota guna perlibatan semua layanan baik pemerintah maupun swasta dan memperkuat jejaring rujukan serta program TBC di wilayah Daerah.
Kemudian, menjalankan notifikasi wajib lapor kasus TBC oleh semua Fasyankes dengan sistem pencatatan TBC, memfasilitasi penyediaan alat diagnosis TBC yang standar dan menjalankan rujukan sampel pemeriksaan TBC untuk fasilitasi semua faskes baik pemerintah maupun swasta dan mengatasi keterbatasan alat yang tersedia di wilayah daerah; memfasilitasi dan mendorong kemampuan Fasyankes untuk memberikan pelayanan TBC secara paripurna yang dimasukan dalam regulasi perizinan Fasyankes yang ada di wilayah Daerah.
Selanjutnya memfasilitasi pelaksanaan distribusi logistik program TBC untuk menjamin ketersediaan logistik yang cukup dan berkualitas di tingkat kabupaten/ kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; melakukan pembinaan teknis dan supervisi layanan TBC untuk Fasyankes dilaksanakan secara berjenjang dan dapat melibatkan organisasi profesi
(Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan TBC); dan memfasilitasi dalam pengembangan sanatorium untuk penderita TBC di kabupaten/ kota yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan dibidang kesehatan.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: TBC