NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Guru SD Pelita I PT Sebakis Inti Lestari (SIL)/PT Sebakis Inti Plantation (SIP) Sebakis dan sekaligus Ketua Pekerja Kelompok F Hukatan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) PT SIL/SIP, Maximus Bana mengadu ke DPRD Nunukan, karena setelah memimpin demo pekerja, dipecat oleh PT SIL/SIP.
“Pemecatan saya ini merupakan cara perusahaan untuk membungkam para buruh melakukan demonstrasi yang menuntut upah layak dan perbaikan kondisi kerja. Kami awalnya menggelar demo 21 Oktober 2024 menuntut hak-hak pekerja untuk diperbaiki perusahaan sesuai aturan terbaru ketenagakerjaan,” kata Maximus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I dan III DPRD Nunukan, Senin (09/12/2024).
Menurut Maximus, aksi demo ditanggapi perusahaan sebagai ancaman, sehingga terbit surat pemecatan sepihak atas dirinya. Bahkan pemecatan terkesan dipaksakan karena cacat prosedural karena tidak sesuai aturan ketenagakerjaan.
Sebagai guru sekaligus Ketua KSBI PT SIL-SIP, kata Maximus, ia menolak dipecat, akan tetapi pihak perusahaan terus menerus memaksa dengan mengerahkan belasan orang sekuriti perusahaan.
“Pemecatan saya tidak sesuai prosedur, apalagi saya sudah melaporkan perkara ini ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, jadi harusnya perusahaan menunggu dulu hasil mediasi selesai,” tuturnya.
Maximus menerangkan, aksi demo pekerja pada 21 Oktober semata-mata menuntut perbaikan nasib yang berisi lima tuntutan; yaitu pembayaran upah pensiun harus sesuai aturan pemerintah; pembayaran upah pengunduran diri harus sesuai aturan pemerintah; perusahaan merevisi kembali struktur skala upah; dan perbaikan perumahan, air bersih dan sanitasi.
Menanggapi pengaduan Maximus, Wakil Ketua DPRD Nunukan Arpiah bersama Ketua Komisi I DPRD Nunukan Saddam Husein mengatakan, sulit menyelesaikan perkara tuntutan pekerja, karena pihak perusahaan tidak hadir dalam RDP.
“Kita sudah sampaikan undangan ini, tapi pihak perusahaan tidak bisa hadir dan meminta pertemuan dijadwalkan ulang, sedangkan DPRD tidak mungkin membatalkan hering,” jelas Saddam.
Namun begitu, DPRD berjanji akan memperhatikan tuntutan pekerja dengan meminta pihak perusahaan proaktif hadir di pertemuan berikutnya sebab pekerja adalah manusia yang nasibnya harus diperhatikan.
Saddam juga mengkritisi fasilitas rumah penampungan PT SIL-SiP memang tidak layak, karena bangunan kayu 3 x 4 meter dihuni 5 sampai 6 orang pekerja.
“Sanitasi air juga sangat buruk, air buangan mandi dan cuci pakaian pengalir ke sumur, air sumur itu lagi dipakai pekerja untuk mandi dan mencuci,” bebernya.
Sementara itu, Kadisnakertrans Nunukan, Masniadi menjelaskan, awal persoalan di PT SIL-SIP adalah mogok kerja yang berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Maximus Bana.
“Saya sudah pernah bertemu GM PT SIL-PIP minta kasus di perusahaan diselesaikan setelah Pilkada agar situasi tetap kondusif, tapi perusahaan berdalih ini keputusan manajemen,” jelasnya.
Disnakertran telah menyampaikan jika perusahaan tetap ingin memecat karyawan, maka harus sesuai prosedur dan tahapan-tahapannya. Setiap karyawan berhak mendapatkan haknya ketika di PHK.
Masniadi membenarkan kondisi kamp-kamp penampungan pekerja sangat tidak baik, padahal perusahan sudah bertahun-tahun berdiri, begitu pula sanitasi dan air bersih yang kurang layak digunakan oleh manusia.
“Sudah berapa kali dan bertahun-tahun ada ketidakcocokan antara karyawan dan perusahaan, ada tuntutan hak karyawan tidak dipenuhi perusahaan,” terangnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Ketenagakerjaan