Pj Gubernur Kaltim: Kita Harus Memperkuat Ketahanan Pangan Hingga Mencapai Mandiri

Pj Gubernur Kaltim DR. Drs. Akmal Malik. M.Si didampingi Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim, Siti Farisyah Yana, dan Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Kaltim, Syarifah Alawiyah di acara “Bincang Santai” bersama wartawan, Sabtu (16/3/2024). (Foto Nur Asih Damayanti/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), DR. Drs. Akmal Malik, M.Si mengatakan, Akmal Malik mengingatkan, meski secara umum, ketahanan pangan Kaltim baik, dengan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) di atas rata-rata nasional.

“Namun, IKP Kaltim tidak ditunjang oleh aspek kemandirian pangan, karena masih banyak kebutuhan pangan harus didatangkan dari luar Kaltim,” ungkap Akmal Malik dalam acara Bincang-bincang Santai dengan wartawan  di Ruang VIP Rumah Jabatan Gubernur Kaltim, Sabtu (16/3/2024).

Turut mendampingi Pj Gubernur dalam acara tersebut Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Kaltim, Syarifah Alawiyah, Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim, Siti Farisyah Yana.

Menurut Akmal Malik, mendatangkan kebutuhan pangan dari luar daerah memiliki sisi positif dan negatif. Dari sisi pedagang dan distributor, mendatangkan pangan dari luar, jelas positif, karena membuka lapangan kerja baru dan memberi keuntungan secara ekonomi. Tapi dari perspektif jangka panjang kondisi saat ini bisa menjadi persoalan.

“Perlu kita ingat, pangan merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Orang bisa hidup tanpa listrik, tapi tidak bisa hidup tanpa nasi atau pangan,” sambungnya.

Oleh karena itu, lanjut Akmal Malik,  Kaltim harus berusaha terus memperkuat ketahanan pangan dan mandiri. Usaha itu diperlukan sebagai bentuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu atau dalam beberapa tahun ke depan, pasokan beras dari Sulawesi Selatan atau dari Jawa Timur berkurang ke Kaltim, karena kedua daerah tersebut mengalami menurun produksi berasnya akibat perubahan iklim.

Puluhan wartawan dari berbagai media hadiri avara “Bincang Santai” dengan Pj Gubernur Kaltim DR. Drs. Akmal Malik. M.Si dan Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim, Siti Farisyah Yana, hari Sabtu (16/3/2024). (Foto Nur Asih Damayanti/Niaga.Asia)

Menurut Akmal Malik, saat ini lonjakan harga beras dan bahan pangan lainnya, seperti cabai, telur, dan lainnya masih bisa diatasi Pemprov/Pemkab/Pemkot di Kaltim, karena fiskal yang tersedia memadai dan daya beli masyarakat masih bisa menjangkau harga-harga yang bergerak naik.

Meski kondisi saat ini masih dalam kondisi “terkendali”, tapi perlu juga diantisipasi, kalau-kalau kondisi tidak baik-baik saja ke depan. Misalnya fiskal pemerintah melemah, daya beli masyarakat menurun, suplai bahan pangan dari daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Timur tersendat karena produksi berasnya menurun.

“Saya ingin ketahanan pangan Kaltim diperkuat dan bisa mandiri untuk mengantisipasi kondisi terburuk,” kata Akmal Malik yang hari ini juga merayakan ulang tahunnya ke-54.

Kerja sama dan MoU dengan berbagai daerah penghasil pangan, akan mesuplai kebutuhan pangan rakyat Kaltim, akan berjalan lancar sepanjang daerah penghasil produksi pangannya melebihi dari yang dibutuhkannya. Tapi bila kondisi memburuk, akan berlaku hukum pasar. Saat suplai sedikit, permintaan meningkat, harga akan naik.

“Karena mempertimbangkan hal-hal terburuk itulah saya terus meminta Kadis Pangan, bekerja keras memperkuat ketahanan pangan Kaltim,” terangnya.

Untuk mempertahankan produksi beras misalnya, kata Akmal Malik, Kadis Pangan telah mengidentifikasi lahan sawah yang kesulitan air, petaninya dibantu dengan mesin pompa air, agar bisa menyedot air dari sungai-sungai ke sawah yang digarap petani.

“Dinas Pangan saat ini tengah memproses pengadaan ratusan pompa air untuk petani agar sawahnya tidak gagal panen,” ujarnya.

Sementera Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Provinsi Kaltim, Siti Farisyah Yana, mengungkapkan, ketahanan pangan suatu daerah sangat ditentukan oleh ketersedian air untuk pertanian.

“Dalam beberapa tahun terakhir, petani sawah kesulitan mendapatkan air,” ujarnya.

Menurut Yana, lebih dari 3000 hektar lahan sawah di Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser yang dulunya produktif, kini tidak lagi digarap petani karena kesulitan mendapatkan air.

“Lebih kurang 3000 hektar lahan sawah yang tak digarap lagi oleh petani tersebut, diantaranya 1.700 hektar di PPU dan sisanya di Paser,” ungkapnya.

Penulis: Nur Asih Damayanti dan Intoniswan | Editor: Intoniswan 

Tag: