Polrestabes Makassar Ungkap Kasus Kredit Fiktif, Kerugian Negara Capai Rp 60 Miliar

Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan dalam konferensi pers didampingi Dirkrimsus Kombes Pol Dedi Supriyadi, dan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Dr. Mokhamad Ngajib, Senin (04/11/2024). (Foto Humas Polri/Niaga.Asia)

MAKASSAR.NIAGA.ASIA – Polrestabes Makassar berhasil mengungkap penyimpangan atas kredit modal kerja yang diterima oleh PT. TKM dari salah satu Bank BUMN (BNI) dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2018. Dari kasus ini indikasi kerugian negara lebih dari Rp60.672.761.539,00 miliar.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan menyampaikan itu dalam konferensi pers didampingi Dirkrimsus Kombes Pol Dedi Supriyadi, dan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Dr. Mokhamad Ngajib, Senin (04/11/2024).

Menurut Kapolda, modus operandi yang digunakan yaitu dengan mengajukan fasilitas kredit menggunakan dokumen kontrak palsu dan mencairkan kredit menggunakan dokumen faktur invoice palsu serta mengalihkan pembayaran ke rekening bank lain selain yang disepakati dengan pemberi kredit.

“Awalnya PT. TKM memiliki kontrak dengan PT. ST senilai Rp118,8 miliar lebih sehingga untuk mengerjakan kontrak tersebut maka PT. TKM menambah plafon kredit modal kerja post financing dan fasilitas Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) pada Bank BNI sentra kredit menengah Makassar dari Rp18 miliar menjadi Rp66 miliar,” paparnya.

Agar permohonan kredit PT. TKM disetujui oleh pihak bank maka PT. TKM terlebih dahulu memalsukan kontrak yang akan diberikan kepada bank sebagai jaminan dengan memanipulasi nilai dari Rp118,8 miliar menjadi sebesar Rp258,3 miliar dan mengubah nomor rekening pembayaran serta memalsu tanda tangan pihak Direksi PT. ST.

Setelah penambahan kredit PT. TKM disetujui oleh bank, maka kurun waktu Januari 2017 sampai dengan April 2018, PT. TKM telah mencairkan fasilitas kredit modal kerja post financing secara bertahap sejumlah Rp69,9 miliar.

Sesuai perjanjian kredit antara PT. TKM dengan bank bahwa untuk setiap pencairan kredit modal kerja post financing dipersyaratkan adanya invoice atau tagihan PT. TKM pada PT. ST yang menunjuk rekening PT. TKM di bank sebagai penerima pembayaran.

“Namun ternyata dokumen invoice/faktur tagihan yang diberikan oleh PT. TKM untuk mencairkan kredit modal kerja post financing sejumlah Rp69,9 miliar adalah fiktif dan pembayaran yang diterima dari PT. ST dialihkan ke rekening PT. TKM di bank lain,” ungkap Kapolda.

Akhirnya, pada akhir tahun 2019 kredit tersebut macet sehingga bank melakukan penjualan atas seluruh jaminan fix asset berupa tanah dan bangunan PT. TKM untuk menurunkan nilai kredit macet PT. TKM sehingga tersisa Rp60,6 miliar.

“Dengan adanya pemalsuan dokumen dalam permohonan dan pencairan kredit dari bank kepada PT TKM tersebut mengakibatkan adanya indikasi kerugian negara pada salah satu bank BUMN sentra kredit menengah makassar senilai Rp60.672.761.539,00 miliar,” pungkasnya.

Kapolda menegaskan kasus tipikor ini sudah dalam tahap penyidikan. Pihaknya belum menetapkan satu pun tersangka karena masih menunggu hasil pemeriksaan serta perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

“Namun, sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, yaitu tiga orang dari pihak bank, tiga orang dari PT. ST, empat orang dari PT. TKM, dan juga ahli pengelolaan keuangan negara,” tegasnya.

Adapun ancaman hukuman terhadap tersangka nantinya, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kasus kredit fiktif yang ditangani Tipikor Polrestabes Makassar hampir sama dengan yang ditangani Ditreskrimsus Polda Sulsel sebelumnya. Dimana nilainya bahkan jauh lebih besar.

Kasus yang telah diekspos pada akhir Agustus 2024 itu terkait dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pemberian fasilitas kredit senilai Rp120 miliar dari salah satu bank BUMN kepada koperasi PT Eastern Pearl Flour Mills (EPFM) sejak 2018- 2019.

Dalam kasus tersebut pelaku atau pun yang terlibat mengajukan permohonan dan proses pencairan kredit, tidak sesuai dengan syarat pencairan, yaitu dengan menggunakan data fiktif, data ganda termasuk menaikkan nilai gaji pokok yang dilakukan pelaku.

Selain itu, tidak melalui analisis kredit. Jadi, tidak ada prinsip diligens atau asas kehati-hatian dalam proses pencairan kredit, serta tidak dilakukan yang menjadi kewajiban dari perbankan.

Pencairan dana kredit yang diajukan bahkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak disalurkan dengan data pemohon yang ada. Pencairan ditransfer ke rekening koperasi, lalu ditransfer ke beberapa rekening calon tersangka.

Status penanganan kasus ini kala itu sudah masuk tahap penyidikan dengan terlapornya ada tiga orang yang masing-masing berinisial MN, RF, dan RHA. Namun, sejauh ini Polda Sulsel belum menetapkan tersangka.

Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kombes Pol Dedi Supriyadi, menegaskan bahwa penanganan kasus itu terus berlanjut sekalipun pihaknya belum menetapkan satu pun tersangka.

“Penanganannya saat ini dalam finishing perhitungan kerugian negara. Selanjutnya nanti kita akan lakukan gelar perkara penetapan tersangka,” kata Dedi yang turut mendampingi Kapolda di Mapolrestabes Makassar.

“Jadi apa-apa yang telah disita. Termasuk uang senilai Rp1,7 miliar masih ada dan dalam waktu dekat Insya Allah kita juga akan sampaikan perkembangannya,” pungkas Dedi.

Sumber: Divisi Humas Polri | Editor: Intoniswan

Tag: