JAKARTA.NIAGA.ASIA – Produksi minyak nasional saat ini masih jauh tertinggal dibandingkan tingkat konsumsi. Pada 1997, Indonesia sempat menjadi eksportir minyak karena produksi melebihi kebutuhan domestik. Namun, kondisi ini telah berubah drastis.
Saat ini, produksi minyak bumi dalam negeri hanya sekitar 600.000 barel per hari, sementara tingkat konsumsi lebih dari 1,5 juta barel per hari. Akibatnya, kita harus memenuhi kebutuhan tersebut melalui impor.
Hal itu diungkap Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot saat membuka Pertamina Portfolio Forum 2024 di Graha Pertamina, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Yuliot menekankan bahwa ketahanan energi nasional adalah hal yang sangat penting untuk dicapai. Ini menyangkut kondisi terjaminnya ketersediaan energi yang dapat diakses masyarakat dengan harga terjangkau, berjangka panjang, dan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan hidup.
“Dari itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Pertamina (Persero) meningkatkan produksi minyak nasional guna menekan ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM),” katanya.
Upaya meningkatkan produksi minyak ini sejalan dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto dalam program Asta Cita untuk mewujudkan swasembada energi. Salah satu langkah yang diharapkan turut mendukung pengurangan impor adalah implementasi bahan bakar nabati melalui program B40.
Untuk mengurangi ketergantungan pada impor, pemerintah mendorong PT Pertamina meningkatkan produksi migas nasional, termasuk kontribusi dari Pertamina. Saat ini, Pertamina menyumbang 60 persen dari total produksi minyak nasional, atau sekitar 400.000 barel per hari.
“Pemerintah menargetkan peningkatan produksi minyak nasional hingga 700.000 barel per hari pada 2025-2026. Dengan kontribusi Pertamina yang diproyeksikan tetap 60 persen, target produksi Pertamina diharapkan mencapai 480.000 barel per hari, meningkat sekitar 20 persen dari produksi saat ini,” jelas Yuliot.
Selain itu, implementasi program B40 dan B50 yang memanfaatkan bahan bakar nabati juga diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam menekan impor BBM.
Yuliot menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, badan usaha, dan BUMN seperti Pertamina untuk mencapai target ketahanan energi nasional.
“Kementerian ESDM dan Pertamina memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga ketahanan energi nasional. Hal ini membutuhkan kolaborasi yang kuat agar arahan Presiden untuk mewujudkan swasembada energi dapat terwujud,” tegasnya.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk menciptakan sistem energi yang lebih mandiri, efisien, dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil.
Sumber: Biro KLIK Kementerian ESDM | Editor: Intoniswan
Tag: Migas