Reses Andre Pratama: Warga Sebatik Barat Minta Peremajaan Truk Angkutan Pelajar

Truk angkutan pelajar yang dibeli Pemkab Nunukan tahun 2012 hingga kini belum pernah diremajakan dan selama ini supirnya hanya digaji Rp800 ribu per bulan, jauh dibawah upah minimum kabupaten/ (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Permintaan peremajaan truk angkutan pelajar yang sudah tua kembali disampaikan masyarakat Sebatik saat bertemu dalam kegiatan reses anggota DPRD Nunukan Andre Pratama.

“Usia truk pelajar sudah belasan tahun dan kondisinya sangat memprihatinkan karena kurang mendapat perawatan,” kata Andre Pratama pada Niaga.Asia, Minggu (21/04/2024).

Masyarakat menilai kondisi truk pelajar yang mulai beroperasi sejak tahun 2012 untuk wilayah Kecamatan Sebatik Barat, sangat membahayakan bagi pelajar karena secara fisik dan performa kendaraan tidak layak memuat banyak orang.

Keberadaan truk pelajar sangat dibutuhkan pelajar remaja yang belum memiliki SIM dan layak berkendara, begitu pula bagi pelajar SD dan SMP yang domisili rumahnya berjauhan dengan lokasi sekolah.

“Saya istilahkan truk angkutan pelajar itu zaman kolonial. Sangat tidak layak dan membahayakan orang, coba bayangkan kalau tiba-tiba remnya blong,” sebutnya.

Terhadap aspirasi ini, Andre mengaku pernah menyampaikan keinginan masyarakat tersebut kepada pemerintah daerah, namun usulan tidak ditanggapi karena dipandang bukan kebutuhan mendesak atau tidak skala prioritas.

Padahal, truk angkutan pelajar secara tidak langsung dapat mengurangi pelajar SMP dan SMA untuk tidak berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan sendiri dengan alasan belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

“Maksud saya begini, untuk remaja SMP dan SMA belum memiliki SIM, dengan adanya truk pelajar yang layak tentu akan meminimalisir kecelakaan lalu lintas karena mereka tidak membawa motor,” ujarnya.

Tidak hanya soal kondisi truk angkutan, Andre menyampaikan rasa keprihatinannya dengan penghasilan supir truk pelajar yang tiap bulan hanya menerima Rp 800.000, besaran gaji tersebut sangat tidak sebanding dengan resiko kerja.

Dalam situasi harga barang kebutuhan rumah tangga serba mahal, penghasilan Rp 800.000 jauh dari kata cukup, apalagi jika dilihat dari tingkat kesulitan kerja yang mengharuskan seseorang sehat ataupun sakit tetap harus kerja.

“Kasihan tiap hari kerja honornya cuma Rp 800.000, mereka menyampaikan keluh kesah tidak seimbangnya resiko kerja dengan penghasilan,” tuturnya.

Penulis : Budi Anshori : Editor : Intoniswan | Advertorial DPRD Nunukan

Tag: