NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKPPKB) Nunukan, Miskia mengatakan RSUD Nunukan terancam berhenti beroperasi karena terlilit utang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pelayanan.
“Kasnya kosong. Stok obat-obatan RSUD sisa untuk 2 minggu. Jadi bagaimana kami bisa membeli obat dan kebutuhan lainnya,” kata Miskia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Nunukan, Rabu (05/06/2024).
Tidak hanya persoalan stok obat hampir habis, RSUD Nunukan memiliki tunggakan iuran air bersih di PDAM Nunukan yang belum terbayar terhitung sejak Januari – Mei 2024 dengan besaran sekitar Rp Rp 600 juta.
Saat ini kas RSUD Nunukan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam kondisi nol atau nihil. Keadaan ini sangat menyedihkan, bahkan bisa dikatakan mustahil bagi sebuah rumah sakit rujukan di kabupaten yang harus melayani pasien dari 21 kecamatan.
“Tadi saya di telpon direktur PDAM Nunukan, mereka ingatkan tunggakan air bersih sudah 5 bulan. Kalau listrik tidak bisa menunggak Rp 150 juta/bulan, telat 1 bulan diputus PLN,” beber Miskia.
Persoalan yang sama terjadi pula di pengadaan darah, dimana utang RSUD pada PMI Nunukan mencapai Rp 500 juta. Miskia khawatir PMI ikut menghentikan suplai darah yang sangat penting bagi pasien operasi.
Klaim tagihan terus berdatangan, baru baru ini pihak vendor/kontraktor pengadaan oksigen minta pelunasan kerja sama yang belum dibayar selama 4 bulan. Walaupun belum mampu membayar lunas, vendor bersedia RSUD membayar 2 bulan terlebih dahulu.
“Jadi yang harus kami bayar bulan ini air bersih, listrik dan oksigen, Kami sudah berkoordinasi dengan vendor cleaning service bisa dibayar akhir bulan,” tuturnya.
Hutang obat Rp 7,4 Miliar
Kepala Bidang Penunjang Pelayanan RSUD Nunukan, Desi S, dalam pertamuan yang sama menerangkan, hutang obat – obatan tahun 2021 sebesar 280 juta, tahun 2022 Rp 2,2 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp 5 miliar, sehingga kalau ditotal Rp7, 4 miliar.
“Itu baru obat-obatan belum tidak utang keperluan bahan kesehatan lainnya yang sama-sama habis dipakai,” ujarnya.
Desi menuturkan, utang-utang tersebut harus dibayar karena sistem pengadaan obat di pihak vendor sudah menentukan waktu jatuh tempo, sehingga ketika RSUD tidak mampu membayar, maka suplai obat dihentikan.
Kebutuhan obat harus segera diadakan untuk menunjang kegiatan pelayanan. Setidaknya, RSUD membutuhkan dana cepat di bulan Juni sekitar Rp 4 miliar untuk pelunasan sebagian utang dan pembelian obat.
“Tolong bukakan tangan kami agar bisa bergerak memenuhi kebutuhan RSUD, Obat ini kebutuhan dasar pelayanan kesehatan,” bebernya.
Menanggapi persoalan RSUD Nunukan, pimpinan RDP, Ketua DPRD Nunukan Rahma Leppa mengaku heran dengan pengelolaan keuangan di RSUD yang setiap tahun menyisakan utang, bahkan terancam bangkrut.
“BLUD itukan ada dewan pengawasnya dari asisten 1, Kepala BPKAD, dan Kepala Dinas Kesehatan, kemana saja kalian, apa kerjanya, kenapa bisa begini RSUD,” tutur Leppa.
Leppa mengaku baru mengetahui persoalan hutang RSUD Nunukan dari pemberian media. Sebelumnya, manajemen RSUD dalam rapat pembahasan anggaran tidak pernah melaporkan kondisi keuangan BLUD yang ternyata dibebankan utang.
“Kalau misalnya uang tidak ada, lalu RSUD Nunukan tutup pelayanan, bagaimana kami menjawab pertanyaan masyarakat. Sekarang kita pikirkan sama-samalah mengatasi ini,” terangnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan | Advertorial
Tag: RSUD Nunukan