Saatnya Modernisasi Pembangunan Pertanian di Kalimantan Timur

Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sigit Wibowo. (Foto Nai/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo, mengingatkan Pemerintah Provinsi Kaltim bahwa sudah saatnya melakukan modernisasi pembangunan sektor pertanian, khusus tanaman padi agar ketergantungan pada beras dari luar daerah bisa dikurangi.

“Modernisasi pengolahan sawah harus dioptimalkan dan perlu perhatian serius. Kita tidak bisa selamanya bergantung pada beras yang dipasok dari luar daerah, karena sangat riskan,” kata Sigit saat dihubungi, Jum’at (1/11/2024).

Berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN No.686/SK- PG.03.03/XII/2019 Tanggal 17 Desember 2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019, dengan Luas Lahan Baku Sawah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 41.406 hektar, secara nasional berada diurutan ke 24, setelah Jawa Timur dengan luas sawah terbesar yakni 1,214.909 hektar.

Tiga kabupaten/kota yang memberikan kontribusi luas panen padi terbesar di Kaltim pada 2023, menurut BPS Kaltim adalah Kabupaten Kutai Kartanegara 26,55 ribu hektare,, Kabupaten Penajam Paser Utara 12,52 ribu hektare, dan Kabupaten Paser dengan luas panen 6,58 ribu hektare.

Menurut Sigit, menurunnya produksi beras Kaltim, bukan hanya disebabkan berkurangnya luas lahan sawah dan rendahnya minat pemuda jadi petani, tapi juga karena faktor pemerintah tak pernah melakukan modernisasi pengolahan lahan hingga penanganan paska panen, mekanisasi pertanian berjalan lambat, dan minim penggunaan teknologi, serta tak ada insentif dari pemerintah ke petani.

“Saya melihat masih banyak petani di Kalimantan Timur yang mengandalkan alat-alat pertanian manual,” ucapnya.

Politisi PAN ini mengatakan, di negara-negara pengekspor beras, teknologi yang digunakan mengolah sawah sudah modern, sehingga jauh lebih efisien. Petani di Vietnam misalnya, punya lahan yang luas, alat yang canggih, sehingga bisa bekerja secara efisien.

“Sementara petani kita di Kaltim masih bekerja secara manual, ini menjadi salah satu tantangan yang harus segera diatasi,” lanjutnya.

Sigit berharap pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat menjadi momentum bagi pengembangan sektor pertanian di Kalimantan Timur. Dengan adanya IKN, diharapkan akan ada lebih banyak investasi yang mengalir ke sektor ini, termasuk pengembangan teknologi pertanian modern.

“Dengan adanya IKN, akan ada pusat pengembangan teknologi pertanian di Kalimantan Timur. Ini bisa menjadi peluang besar untuk memodernisasi sektor pertanian kita,” tambahnya.

Namun demikian, Sigit mengingatkan bahwa pengembangan sektor pertanian tidak bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan waktu, komitmen, dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk mengubah pola pikir masyarakat serta meningkatkan produktivitas pertanian di daerah.

“Pemerintah pusat harus memberikan dukungan yang lebih besar, baik melalui insentif bagi petani, akses teknologi modern, hingga pembangunan infrastruktur pertanian yang memadai,” tegasnya.

Lebih lanjut, Sigit juga menekankan perlunya peran aktif dari pemerintah daerah dalam mendorong kebijakan yang mendukung pengembangan pertanian.

Ia menyarankan agar pemerintah daerah menyediakan lahan pertanian, memberikan penyuluhan, serta memfasilitasi pengembangan pasar bagi produk-produk pertanian lokal.

“Dengan kebijakan yang tepat dari pemerintah daerah, saya yakin sektor pertanian di Kalimantan Timur bisa berkembang pesat dan pada akhirnya mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat lokal,” pungkasnya.

Sigit optimistis bahwa Kalimantan Timur bisa mengurangi ketergantungan beras pada pasokan pangan dari daerah lain dan menjadi salah satu lumbung pangan di Indonesia.

“Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat, saya yakin swasembada beras bisa diwujudkan pemerintah provinsi,” tutupnya.

Terbaru,  Kepala BPS Kaltim, DR. Yusniar Juliana, SST, MIDEC melaporkan, untuk total produksi beras padi tahun 2024 diperkirakan mencapai 133,36 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 1,34 ribu ton (1,01 persen) dibanding tahun 2023.

“Sedangkan Produksi beras subround I (Januari-April) 2024 mengalami penurunan sebesar 10,30 ribu ton, diikuti penurunan di subround II sebesar 4,93 ribu ton, sebaliknya terdapat potensi peningkatan di subround III sebesar 16,58 ribu ton,” imbuhnya.

Produksi beras September-Desember 2024 adalah angka sementara karena menggunakan angka luas panen Sep 2024 dan potensi luas panen Oktober-Desember 2024 serta rata-rata produktivitas SR III 2018-2023.

Sementara berdasarkan catatan Niaga.Asia, kemampuan Kaltim memenuhi kebutuhan beras dalam 10 tahun terakhir terus merosot, dari 45 persen trun ke 30 persen, sehingga kebutuhan beras 7o persen didatangkan dari luar daerah.

Masyarakat yang mengkonsumsi neras yang harus didatangkan dari luar daerah bukan hanya yang tinggal di perkotaan yang hanya punya sedikit swah seperti Samarinda, Balikpapan, dan Bontang, tapi masyarakat di perdesaan di Kaltim juga tergantung pada beras pasokan dari luar daerah.

Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: