Samarinda Masuk Penyumbang Tertinggi Anak Putus Sekolah di Kaltim

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdikbud Kaltim Irhamsyah. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim melaporkan angka putus sekolah di wilayah Kaltim mencapai 16.000 anak tahun ini. Salah satu daerah penyumbang angka tertinggi anak putus sekolah yakni kota Samarinda.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdikbud Kaltim Irhamsyah mengatakan, angka 16 ribu anak putus sekolah dari sensus penduduk Kaltim itu menurun dibandingkan tahun 2020 lalu.

“Sensus badan pusat statistik (BPS) 2020 di Kaltim yakni 28.600 SD, SMP dan SMA (putus sekolah). Artinya ada penurunan,” kata Irhamsyah, ditemui di Hotel Puri Senyiur Samarinda, Kamis 7 November 2024.

Meskipun angka putus sekolah di Kaltim mengalami penurunan, Disdikbud Kaltim berupaya mengantisipasi agar angka 16.000 anak putus sekolah hingga tahun 2024 ini tidak mengalami peningkatan. Terlebih, dengan kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN), membuat masyarakat luar berbondong-bondong untuk pindah ke Kaltim.

“Nanti kita bentuk tim validasi data. Apakah di kemudian hari akan ada penurunan atau malah di atas 16 ribu orang,” ujar Irhamsyah.

Tim validasi data yang dibentuk Disdikbud Kaltim ini nantinya bertugas memvalidasi data dan merumuskan strategi penanganan yang tepat, untuk memetakan sebaran dan penyebab putus sekolah di 10 kabupaten/kota.

“Untuk bisa mengetahui secara persis angkanya. Paling tidak validasi datanya (keakuratannya) 90 persen dari data yang didapat. Setelah divalidasi, baru menyusun bagaimana upaya kita,” terang Irhamsyah.

Beberapa faktor menjadi indikator penyebab tingginya angka putus sekolah di Kaltim, lanjut Irhamsyah, di antaranya jumlah penduduk dan angka pengangguran di kabupaten/kota.

Menurut Irhamsyah, salah satu daerah penyumbang angka putus sekolah tertinggi di Kaltim yakni Kota Samarinda.

“Data sementara Samarinda, karena jumlah penduduk besar, kemudian angka pengangguran juga tinggi,” sebut Irhamsyah.

Kemudian, faktor keluarga miskin juga menjadi penyumbang angka putus sekolah di Kaltim.

“Ada tradisi setelah pendidikan selesai, tidak melanjutkan sekolah lagi. Di mana mereka lulus maunya berkeluarga. Misalnya (lulus) SD, sudah berfikir mau menikah. Ini yang harus kita ubah mindset (cara berfikir)-nya. Kita perlu edukasi sejak dini,” demikian Irhamsyah.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi | Adv Diskominfo Kaltim

Tag: