Sankilan, Teater Tradisi Kaltim Sudah Dibukukan

Buku ‘Deskripsi SANDIWARA TINGKILAN Sankilan’ ditulis Misman dan diterbitkan UPTD Taman Budaya Kaltim tahun 2015. (Foto Dok Taman Budaya Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Siapa bilang Kaltim tidak punya teater rakyat yang sudah mentradisi, seperti Kalsel punya Mamanda, Jawa punya Ludruk dan Ketoprak, Longser, Randai di Sumbar dan Makyong di Kalbar?

Menurut seniman  Kaltim, Misman, Kaltim sudah sejak lama memiliki teater tradisi  yang tumbuh dan berkembang di masyarakat  Kutai, yakni Sandiwara Tingkilan (Sankilan).

“Sankilan itu sudah berkembang sedemikian rupa di masyarakat Kutai yang mendiami pesisir Kaltim, bersamaan dengan sastra lisan Tarsul dan musik Tingkilan,” ucap Misman yang juga aktivis lingkungan itu.

Sankilan senapas dengan eksistensi seni teater, paparnya, yang merupakan seni kolektif yang penyuguhannya terdapat semua jenis seni, musik, tari, rupa dan lainnya.

“Pada praktiknya dalam pementasan Sankilan didukung tari Jepen, musik Tingkilan dan sastra Tarsul,” imbuhnya.

Dalam upaya pelestarian dan pengembangan, Misman  dan Guntur Sahara, didukung Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Budaya Kalimantan Timur (UPTD TBK) pada tahun 2015 menerbitkan buku ‘Deskripsi SANDIWARA TINGKILAN Sankilan’.

Pada buku itu, Misman dan Guntur mengurai hal ihwal yang berkaitan dengan filosofi, pakem pementasan, contoh naskah, Tarsul pembuka, syair lagu Tingkilan, busana para pendukung.

Tentang pakem pementasan Misman menulis tentang lakon atau cerita, teknik akting pemain, unsur celetukan humoris, penggunaan musik hidup dan lagu Tingkilan, tempat pertunjukan, busana, tata rias, durasi dan penonton.

Menyangkut cerita, disebutkan, menggunakan naskah atau sinopsis yang bersumber dari sejarah, legenda, fabel, kite, babad dan kehidupan keseharian masyarakat.

Sedang untuk busana, tulis Misman, semua pendukung menggunakan kostum daerah Kutai yang disesuaikan dengan tuntutan cerita.

“Kalau mengambil cerita tentang kerajaan Kutai, maka busananya menggunakan busana khas kerajaan Kutai. Berbeda dengan busana Mamanda, yang kostum kerajaannya mengadopsi busana kerajaan Timur Tengah,” ungkap Misman.

Menyinggung tentang adanya  anggapan Sankilan itu sebagai sempalan atau meniru Mamanda, Misman menolak.

“Meski sama-sama teater rakyat, pakem Sankilan dan Mamanda itu beda. Tidak ada kesamaan,” tandas Misman.

Berkaitan dengan  buku yang ditulisnya itu, Misman berharap menjadi literasi bagi seniman teater agar lebih mengenal seni teater tradisi yang ada di Kaltim dan dapat ditampilkan di atas panggung.

“Buku ini bisa jadi  bahan ajar dalam kurikulum muatan lokal seni di sekolah SD, SMP, SMA/SMK,” pungkas penerima anugerah Kalpataru tahun 2023 ini.

Penulis: Hamdani | Editor: Intoniswan | Advetorial

Tag: