Sedimentasi Tinggi, Agus Tantomo Sarankan Alur Sungai Dikelola Swasta

aa

aa
Wakil Bupati Berau, H Agus Tantomo. (Foto Niaga.Asia)

TANJUNG REDEB.NIAGA.ASIA-Sedimentasi sungai yang jadi alur pelayaran umum, seperti sungai Segah di Berau, sedimentasinya tinggi, bahkan sudah dapat dikatakan kini mengalami pendangkalan, sudah menganggu kelancaran keluar masuk kapal.

Untuk memelihara dan mengatasi pendangkalan sungai, diperlukan dana dan badan pengelola. Dari itu tidak ada masalah sungai dikelola swasta seperti yang diterapkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pengelollan sungai Barito diserahkan ke swasta.

Hal itu dikatakan Wakil Bupati Berau, H Agus Tantomo usai melakukan pertemuan dengan Direktur PT Ambang Barito Nusapersada (ABN), perusahaan swasta yang mengelola sungai Barito  di Hotel Bumi Segah Tanjung Redeb, (27/11).

                Sebelumnya Wabub  melakukan studi banding ke Banjarmasin, Kalsel pada Jumat (22/11) lalu bersama dengan Forum Komunitas Masyarakat Maritim Berau (Berau Maritime Community) untuk mengetahui bagaimana pengelolaan alur pelayaran umum Sungai Barito.

Minggu lalu sudah belajar minggu lalu di Banjarmasin dan hari ini, direksi ABN dari Surabaya  datang. Pertemuan ini untuk berbagi informasi,  karena selama ini kan besaran retribusi untuk alur sungai itu ya berdasarkan nilai investasi.

Pengelolaan alur Sungai Berau ke depannya harus dipikirkan, apalagi tingkat sedimentasinya juga sudah tinggi, yang mengganggu aktivitas keluar masuknya kapal dari dan keluar Berau.

“Kalau di Banjarmasin dan Surabaya bisa dikelola oleh swasta, mungkin bisa juga diterapkan di Berau,” jelas Agus Tantomo.

Meski demikian, lanjut Wabub, tetapi  pengaplikasian pengelolaan alur sungai tidak bisa serta merta dilakukan, karena  kondisi di Berau berbeda dengan Banjarmasin dan Surabaya. Tingkat sedimentasi di Surabaya dan Banjarmasin lebih tinggi ketimbang Berau.

“Kita di Berau paling sering setahun sekali melakukan pengerukan. Kalau di Surabaya setiap 6 bulan sekali. Kalau di Banjarmasin malah setiap hari harus dikeruk karena sedimentasinya sangat tinggi dengan padatnya aktivitas hilir mudik kapal angkutan. Jadi saya kira tarif itu akan dipengaruhi tingkat sedimentasi dan mempengaruhi tingkat investasi,” lanjut Wabup.

Ditanya mengenai tarif alur sungai, Wabup pun belum bisa memastikan, tetapi potensi di Berau sangat besar karena ada batubara dan sawit, sedangkan logistik tidak sebanyak Surabaya dan Banjarmasin.

Dari studi banding kita baru mengetahui bahwa setiap alur sungai itu ada penetapan status milik siapa-siapanya, berdasarkan posisi geografisnya, sungai di Berau  muaranya masih jauh dari batas bibir pantai. Karena di luar muara masih ada pulau terluar yang masih milik Pemkab Berau, sehingga ini dianggap masih statusnya milik kabupaten.

Dan dengan begitu Pemkablah yang punya kewenangan melakukan penganggaran dan pemeliharaan sungai, salah satunya untuk pengerukan ini. Hanya masalahnya sekarang kan dari sisi waktu tidak bisa lagi disediakan dana untuk pengerukan, karena APBD 2020 baru kemarin diketok sehingga sudah tidak ada lagi anggarannya untuk masalah sungai ini.

“Paling cepat kalau dianggarkan pengerukan oleh Pemkab  yakni tahun depan dengan  APBD 2021. Dan kalau menunda lagi, khawatir sedimentasi akan makin tinggi,” katanya.

Menurut Agus Tantomo, sekarang saja kapal harus antri kalau mau masuk sehingga mengganggu aktivitas ekonomi. Pengerukan sungai dilakukan terakhir 6 tahun lalu. Supaya cepat, katanya, dia menyarankan swasta yang mengeloa sungai, perusahaan swasta itu melakukan pengerukan seperti yang diterapkan di Banjarmasin dan Surabaya.

“Sebagai kompensasi, perusahaan pengelola sungai boleh memungut retribusi atas kapal yang menggunakan sungai, tapi kapal pembawa logistik kebutuhan pokok rakyat yang melintas tidak dipungut retribusi,” ujarnya. (ana/adv)

Tag: