Sertifikasi Halal Produk UMi Dapat Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat

Wajib sertifikasi halal berlaku 17 Oktober 2024. (ANTARA FOTO/ Kahfie kamaru/hp)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sertifikasi  halal  produk usaha ultramikro (UMi) dapat meningkatkan  kepercayaan  dan  loyalitas  masyarakat  yang  lebih  luas,  baik  di  pasar  domestik maupun pasar produk halal  di  tingkat  global.

Umi biasanya dijalankan perorangan dan terkadang kurang tersentuh pemerintah. Prospek UMi   cukup   menjanjikan   karena   produk   yang   ditawarkan   adalah yang   digunakan masyarakat  sehari-hari. Lembaga pembiayaanatau  perbankanjuga perlu  lebih  mencurahkan atensi terhadap  prospek UMi.

Hal ini dikatakan Plt Direktur Jenderal Perlindungan  Konsumen  dan  Tertib Niaga (PKTN) Moga Simatupang saat  mengadakan sosialisasi  terkait  pembiayaan dan  sertifikasi  halal bagi pelaku  (UMi) di  Depok,  Jawa  Barat, Selasa  lalu.

Dikatakan, melalui  Direktorat  Jenderal  PKTN,    pemerintah    mendorong    partisipasi    UMi    dalam    program terkait regulasi penyelenggaraan  bidang  jaminan  produk  halal  untuk  produk  makanan  dan  minuman.

Umi merupakan  usaha  yang  dimiliki perorangan  dengan  jenis  usaha mencakup kuliner  rumahan, jasa  cucikiloan,  toko  kelontong,dan  usaha  kecil  lainnya.  Skala  usahanya  lebih  kecil  dari  usaha mikro karena berbeda dari jumlah modal dan pendapatan tahunan.

“Pembiayaan UMi merupakan tahap lanjutan dari program bantuan sosial yang menyasar usaha mikro di lapisan terbawah yang belum difasilitasi perbankan,” kata Moga.

Paling Lambat 17 Oktober 2024

Sertifikasi  produk halal diatur  dalam Peraturan  Pemerintah  No 39  Tahun  2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Regulasi ini mewajibkan produk makanan, minuman, hasil  sembelihan  dan  jasa  sembelihan  yang  masuk,  beredar,  dan  diperdagangkan di  Indonesia  wajib  memiliki  sertifikat  halal  mulai  17  Oktober  2019  dan  paling  lambat  17  Oktober 2024.

”Pelaku  UMi  kebanyakan  bergerak  di  bidang  produk  makanan  dan  minuman. Untuk  itu, perlu disosialisasikan kewajiban   tersebut.   Jika   produk   tersebut   belum   bersertifikat   halal   pada 17  Oktober  2024  dan masih beredar  di  masyarakat, pelaku  usaha  akan  dikenakan  sanksi.  Mulai dari administrasi, denda administrasi, sampai dengan pidana,” tegas Moga.

Direktur   Standarisasi   dan   Pengendalian   Mutu, Matheus   Hendro   Purnomo   menambahkan ,dorongan  dan  komitmen  juga telah  diwujudkan  dalam pembentukan  Lembaga  Pemeriksa  Halal (LPH)  Balai  Sertifikasi.  LPH  Balai  Sertifikasi  telah terakreditasi  Badan  Penyelenggara  Jaminan Produk  Halal  (BPJPH) sejak  8  April  2022  dengan lingkup layanan jenis produk makanan, minuman,dan kimiawi.

Lingkup  ini  sejalan  denganjenis  produk  yang  wajib  bersertifikasi  halal seperti  termaktub  dalamKeputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 748 Tahun 2021. LPH tersebut mendukung program  pemerintah  untuk  memastikan  kehalalan  produk  agar  konsumen  merasa  aman.

Proses pemeriksaan  meliputi  pemeriksaan  bahan  dan  pemeriksaan  sistem  jaminan  halal,  termasuk di antaranya bahan baku yang digunakan, peralatan,dan proses produksi yang digunakan.

Matheus menerangkan, Direktorat  Standardisasi  dan  Pengendalian  Mutu  selalu  berkomitmen untuk  mendukung  pelaku  usaha  ultra,  mikro,  kecil,dan  menengah  mengajukan  pemeriksaan kehalalan produknya.

”Dengan  ruang  lingkup  yang  selaras  dengan  produk  yang  diwajibkan  bersertifikat  halal  pada penahapan  pertama,  keberadaan  LPH  Balai  Sertifikasi  perlu  dimanfaatkan  dan  disosialisasikan agar dapat mendukung pelaku UMi untuk mengajukan pemeriksaan kehalalan produknya. Dengan fasilitasi  tersebut  diharapkan   pelaku  UMi  dapat  naik   kelas  dan  meningkatkan   kepercayaan masyarakat serta mendukung target Indonesia sebagai pasar halal bagi dunia,”pungkas Matheus.

Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan

Tag: