GTT #17 menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif CORE Indonesia M. Faisal, Ketua Komite Perdagangan Luar Negeri Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Budihardjo Iduansjah, dan Tenaga Pendidikan Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Arum Kusumaningtyas. Bertindak sebagai moderator adalah Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University Tony Irawan. (Foto Kemendag/Niaga.Asia)
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Direktur Eksekutif CORE Indonesia, M Faisal, menyatakan, surplus perdagangan Indonesia diperkirakan berlanjut di tahun 2025 meski menipis. Selain itu, harga komoditas berpotensi kembali melemah akibat peningkatan penawaran dan tekanan permintaan.
Faisal menyatakan hal itu dalam acara Gambir Trade Talk (GTT) #17 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur Jakarta pada hari ini, Selasa (19/11). GTT #17 mengangkat tema “Outlook Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2025”.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 mencapai 3,26 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus pada Agustus 2024 sebesar 2,78 miliar dolar AS.
Menurut Faisal, tahun 2025 akan lebih menantang bagi Indonesia karena penetrasi ekspor ke mitra dagang utama terkendala melemahnya permintaan dan peningkatan hambatan perdagangan.
Lebih lanjut, peningkatan tarif impor Amerika Serikat untuk produk-produk Tiongkok sebagai dampak terpilihnya kembali Trump sebagai Presiden Amerika Serikat berpotensi semakin mendorong trade diversionoleh Tiongkok ke pasar-pasar potensial yang lebih mudah diakses, seperti Indonesia.
“Kondisi ini akan semakin menekan penetrasi pasar domestik industri nasional, termasuk industri tekstil dan produk tekstil,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Perdagangan Luar Negeri Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Budihardjo Iduansjah menjabarkan peluang dan tantangan perdagangan luar negeri 2025.
“Peluangnya antara lain meliputi pergeseran rantai nilai global sehingga memunculkan rantai nilai regional dan optimalisasi perjanjian dagang preferensi,” ucapnya.
Sedangkan tantangannya meliputi gejala deindustrialisasi, ekonomi yang berbiaya tinggi, dan kebijakan mitra dagang utama (AS dan Tiongkok).
Adapun Tenaga Pendidikan Magister Administrasi Publik UGM Arum Kusumaningtyas menekankan bahwa strategi pemerintah pada 2025-2029 perlu berfokus salah satunya pada perbaikan tata kelola pemerintah dan perdagangan yang mencakup kewenangan pusat dan daerah.
GTT merupakan salah satu forum dialog kebijakan yang dilaksanakan secara rutin oleh Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) untuk mendukung perumusan rekomendasi kebijakan di Kementerian Perdagangan.
GTT #17 diharapkan dapat menjadi wadah untuk menggali informasi dan memperoleh masukan dari para pemangku kepentingan terkait untuk memetakan peluang dan tantangan perdagangan luar negeri Indonesia pada 2025, serta merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat untuk menghadapinya.GTT #17 dihadiri 300 peserta secara hibrida yang terdiri atas perwakilan dari kementerian/lembaga, akademisi, dan sektor swasta.
Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan
Tag: Ekspor