Tahun 2022 Penceraian di Samarinda 2.000 Lebih, Penyebabnya Masalah Ekonomi dan Selingkuh

Ketua dan Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti saat melakukan audiensi dengan Wakil Ketua  Pengadilan Agama Samarinda, Rukayah. (Foto: Teodorus/Niaga.Asia).

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Angka perceraian di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)  meningkat pada setiap tahunnya. Bahkan berada pada peringkat tertinggi se-Kalimantan. Sedangkan   penyebabnya utamanya adalah masalah ekonomi dan perselingkuhan.

Sepanjang tahun 2022 perkara perceraian di Pengadilan Agama Samarinda tercatat   sebanyak 2.800 perkara, termasuk didalamnya perkara hak asuh anak, hak warisan, ekonomi syariah, kemudian perkara hibah dan harta gono-gini. Sedangkan  untuk tahun 2023  hingga akhir April, perkara cerai yang masuk masih dibawah angka 3000.

Hal itu terungkap dari audiensi Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti  bersama anggotanya dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Samarinda, Rukayah, Rabu (3/5/2023).

“Kami audiensi dengan pihak Pengadilan Agama Samarinda dalam rangka mendapatkan saran dan pendapat terkait Ranperda Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga di Kota Samarinda yang saat ini dibahas DPRD Samarinda untuk dijadikan Perda,” kata Puji pada Niaga.Asia, Rabu (4/5/2023)

Ia mengaku, Komisi IV merasa prihatin dengan  perceraian yang terjadi sebab, di tengah gencarnya Pemkot Samarinda berupaya menurunkan angka stunting, namun di saat bersamaan juga meningkatkannya jumlah angka perceraian yang dampaknya juga bisa meningkatkan angka stunting.

“Sebenarnya kami ingin fokus kepada bagaimana perlindungan hak-hak anak dan perempuan. Bahkan ini juga terjadi ditengah Pemkot Samarinda giat berupaya menurunkan angka stunting, tentunya ini ada kaitannya juga,” terangnya.

Sementara Wakil Ketua Pengadilan Agama Kota Samarinda, Rukayah membenarkan sebagian besar penyebab perceraian di Kota Samarinda disebabkan karena persoalan ekonomi dan perselingkuhan.

“Keterbukaan informasi yang ada sekarang ini berdampak pada mudahnya  orang atau pihak ketiga masuk ke dalam pasangan suami-istri,” ujarnya.

Menurut Rukayah, sebagian besar  perkara cerai atau gugatan cerai  diajukan oleh pihak perempuan. Sedangkan cerai talak atau cerai yang diajukan pihak laki-laki tidak terlalu banyak.

“Perbandingannya cukup jauh, cerai gugat itu berada di angka 80 persen, sedangkan cerai talak 20 persen saja. Jadi faktor penyebabnya pertama karena masalah ekonomi dan kedua karena perselingkuhan,”  kata Rukayah.

Berdasarkan data di Pengadilan Agama Samarinda, sepanjang tahun 2022 perkara perceraian  sebanyak 2.800 perkara, termasuk didalamnya perkara hak asuh anak, hak warisan, ekonomi syariah, kemudian perkara hibah dan harta gono-gini.

“Kalau untuk tahun 2023 ini karena masih berjalan, tapi saat ini sudah menghampiri 300 kasus yang ditangani,” sebutnya.

Rukayah berharap dengan adanya Raperda yang tengah dibahas di DPRD Samarinda dapat menjadi langkah preventif untuk menurunkan angka perceraian di Kota Tepian.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | Advetorial DPRD Samarinda

Tag: