Teknik Menulis Naskah Drama

Pementasan teater sebagai aplikasi sebuah naskah. (Foto Hamdani/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penulis naskah drama panggung adalah ‘tuhan’ di dunianya. Seorang penulis naskah  dapat menghitamputihkan cerita, bisa menyengsarakan, membahagiakan atau mematikan tokoh-tokoh dalam naskahnya.

Sutradara menjadi ‘nabi’ dengan bekal naskah tersebut. Sutradara yang baik harus mampu menterjemahkan naskah dan mengolahnya menjadi tontonan dan tuntunan yang mengharubiru perasaan, membuat marah, sedih, kecewa dan bahagia para penontonnya.

Contoh cuplikan naskah drama ‘Geger’

Namun apakah semua tontonan teater atau drama dengan disutradarai, dukungan akting para artis dan berbagai elemen artistik dan non-artistik itu mampu mengaduk-aduk perasaan penonton yang bermuara pada sajian yang berkualitas?

Jawabnya, tunggu dulu. Menurut dramawan terkemuka WS Rendra (almarhum) dalam bukunya ‘Belajar Teater’, 50% kesuksesan sebuah pementasan teater ada pada kekuatan naskah.

Sehingga tak heran, manakala Rendra menyutradarai pentas Bengkel Teater kerap mengangkat naskah besar yang ditulis sastrawan dunia seperti ‘Oidipus Sang Raja’ karya Safokles atau ‘Hamlet’ karya William Shakespeare. Naskah-naskah itu memang kuat secara dramaturgi.

Tentu, ketika teater di Kaltim dalam tahap perkembangan, proses penggarapan seperti yang dilakukan WS Rendra atau dramawan besar seperti Nano Riantiarno (Teater Koma) atau Arifin C Noer (Teater Kecil) dengan memilih naskah-naskah drama yang sudah mendunia itu memerlukan proses panjang.

“Yang harus dilakukan bagi dunia teater daerah ini adalah melahirkan para penulis naskah drama. Minimal naskah itu dapat dipentaskan grup teaternya sendiri,” kata Hamdani, seniman sekaligus penulis naskah drama.

Dikatakan, ada beberapa literasi sebagai modal dasar yang patut diperhatikan dalam penulisan naskah drama:  Pertama; Mempunyai literasi intelektual tentang teknik menulis naskah. Kedua;

Mempunyai  kekayaan bathin, dan Ketiga; Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Hamdani menambahkan, naskah yang ditulis harus memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam naskah harus ada tema, amanat/pesan, alur, perwatakan tokoh, latar, sudut pandang dan gaya bahasa.

Tahapan alur adalah: pengenalan/pemaparan cerita, pemunculan konflik, komplikasi atau tahap meningkatkan konflik, klimaks dan resolusi atau penyelesaian konflik.

Jenis alur cerita: alur maju, alur mundur dan alur campuran. Alur maju itu ditandai dengan cerita yang mengarah ke masa depan. Sedang alur mundur, cerita kembali ke masa lalu (flashback) dan alur campuran memadukan dua alur tersebut, ke masa lalu dan ke masa depan.

“Sementara itu untuk unsur ekstrinsik lebih kepada latar belakang, agama, ideologi dan kehidupan penulis naskah,” ujar Hamdani.

Salah satu kunci dalam menulis naskah drama adalah kemampuan menciptakan konflik dalam cerita. Sebuah naskah belum bisa dikatakan sebagai naskah drama yang baik manakala tidak mempunyai konflik. Niscaya pementasan menjadi datar dan tidak menarik.

Tidak kalah pentingnya, menurut Hamdani, dalam naskahnya, penulis harus menciptakan tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh antagonis (tokoh baik) dan tokoh tritagonis (tokoh penengah/penyelesai konflik). Ketiga karakter itulah yang menghidupkan drama yang disajikan.

Patut dicatat, penulis perlu mempunyai penguasaan kosa kata yang dijadikan dialog yang bernas dan tidak verbal.

Selanjutnya, menjadi penulis naskah drama bukan pekerjaan sim salabim. Harus melalui proses literasi, pengalaman bathin dan latihan yang cukup panjang.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | Advetorial

Tag: